Abepura, Jubi – Sebelum pemerintah melaksanakan wacana transmigrasi di Papua, sejumlah orang dari berbagai pulau padat penduduk, pulau kesulitan pekerjaan telah mengincar dan membanjiri wilayah Papua.
“Mengirim transmigrasi dari pulau Jawa ke Papua bukan hanya wacana namun benar-benar suatu kenyataan yang sedang terjadi. Beberapa hari terakhir ini, transportasi laut di wilayah selatan Papua dipenuhi pendatang,” kata Ones Sununiap, sekretaris Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) kepada Jubi, Jumat (2/1).
Kata Suhuniap, pada 29 Desember 2014, dirinya bertemu sejumlah penduduk di pelabuhan ketika KM. TATAMAILAU sandar di dermaga Tual, kepulauan Maluku. Ribuan penumbang naik ke kapal itu mengaku hendak ke Agast, Timika dan Merauke dengan tujuan mencari pekerjaan.
Oca, salah satu penumpang, dari kampung Ibran, Tual, Maluku, mengatakan dirinya bersama suami hendak ke Agats. Mereka akan mengunjungi keluarga mereka. Namun mereka juga membawa sejumlah bahan makanan. Oca mengaku, dengan suaminya hendak berjualan ikan dan sayur.
Bukan hanya Oca, kata Suhuniap, kebanyakan penduduk luar ke Papua lantaran terdesak kebutuhan ekonomi. Kesulitan mendapatkan pekerjaan, mendorong penduduk luar hijirah ke Papua. Wilayah pemekaran menjadi lahan subur dan menjadi sasaran memperbaiki nasib. Kalau orang-orang yang hendak memperbaiki nasib hidup ini dibiarkan dalam waktu lama, kata Suhuniap, ada bahaya besar bagi orang Papua.
Orang Papua akan tenggelam ditengah berbagai aksi yang baik hingga yang buruk, yang akan ditempuh orang luar untuk merubah nasib hidup.
“Pengrusakan lingkungan, pencurian, perubahan pola hidup akibat pegikisan nilai-nilai hidup orang Papua akibat dominasi budaya mayoritas. Rakyat Papua makin terancam punah perlahan-lahan di atas tanah sendiri,”katanya.
Untuk itu, sebelum menjadi masalah sosial, Suhuniap mengajak semua pihak menyoroti isu tranmigrasi yang dimainkan pemerintah Indonesia.
Akhir tahun lalu, Lazarus Yoafifi, komanda Regu IV, Satuan Polisi Pamong Praja, Profinsi Papua, Sabtu (29/11) mengatakan penduduk gelap dari luar Papua terus mengalir ke kota Jayapura.
Mereka bisa mendapatkan status penduduk dengan gampang namun mencurigakan. Bahkan
ada yang tidak jelas sama sekali status hukum kependudukannya.
“Banyak penduduk yang tidak jelas identitasnya tersebar di kota Jayapura ini yang bukan penduduk asli. Mereka tersebar di kos-kos bersama teman mahasiswa atau keluarga,” kata Yoafifi.
Katanya, ia mengetahui keberadaan penduduk tidak jelas identitas itu dalam Operasi Penduduk Gelap di Kota Baru, Abepura, di belakang toko Citra, dibelakang Fakultas Kedokteran Uncen
sampai depan Korem Abepura.
Operasi penduduk gelap berdsarkan Peraturan Gubernur No 15 tahun 2013 itu, menurut Yoafifi,
menemukan dua ratus hingga tiga ratus penduduk yang memiliki identitas aneh. Orang belum tiba,
KTPnya sudah ada sebulan orang bersangkutan tiba di kota Jayapura.
“Kita tanya kapan tiba ada yang katakan dua bulan tetapi penerbitan KTPnya satu bulan belum tiba. Kita curiga ada orang yang melindungi mereka,” kata pria mahasiswa Universitas Yapisini. (Mawel Benny)
Sumber :Jubi