Tampilkan postingan dengan label Jubi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jubi. Tampilkan semua postingan

Komnas HAM: Kasus Wasior dan Wamena sedang pemeriksaan bukti dan fakta

Infografis korban dugaan pelanggaran HAM berat Wasior-Wamena - dokumen National Papua Solidarity

Jayapura, Jubi – KOMNAS HAM akhir tahun lalu mengatakan bahwa kasus pelanggaran HAM berat Wasior-Wamena, telah mendapat sinyal positif dari Kejaksaan Agung untuk ditindalanjuti menjadi penyidikan. Namun, ternyata berkas-berkas kasus tersebut masih harus dilengkapi jika ingin memenuhi unsur-unsur yang memenuhi pelanggaran HAM Berat sesuai UU No. 26/2000.

Menurut Ketua Komnas HAM RI, Imdadun Rahmat, KOMNAS HAM masih dalam proses pendataan atas dugaan pelanggaran HAM Berat di Papua dan Papua Barat, yakni kasus Wamena Berdarah tahun 2001 dan Wasior Berdarah tahun 2003 silam.

“Soal kesimpulannya tentu tidak bisa kami sampaikan karena ini masih terkait dengan proses pemeriksaan. Jadi, saya hanya bisa kasih kesimpulan sementara bahwa data-data yang kami punya sudah ada. Dan ini dalam proses terus menyempurnakan,” demikian kata Imdadun Rahmat ketika dikonfirmasi Jubi melalui telpon, Senin, (6/3/2017)

Ternyata, salah satu hambatan dari pihak TNI yang masih belum bisa diperiksa. Walaupun demikian, lanjut Imdadun, untuk memperkuat bukti-bukti dan melengkapi fakta-fakta lapangan itu sudah dilakukan oleh Komnas HAM.
“Jadi tim Komnas HAM masih sedang berkomunikasi dengan pihak TNI untuk mempermudah dan lebih koperatif,” katanya.

Terpisah, Direktur LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy tetap mendesak Pemerintah Indonesia selesaikan kasus Wasior (2001), Wamena (2003) dan Paniai (2014).

“Langkah penyelesaian tersebut harus dilakukan segera, karena sudah menjadi sorotan dunia internasional sejak perwakilan dari tujuh negara Pasifik, yakni Vanuatu, Tonga, Nauru, Palau, Tuvalu, Marshall Island dan Solomon Island pada  sesi reguler ke-34 Sidang Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, Rabu (1/3),” ujar Yan dalam pernyataaan persnya yang diterima Jubi Sabtu (4/3).

Komnas HAM, lanjut dia, telah sampai pada kesimpulan bahwa ketiga kasus tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan dapat dihukum berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 200 tentang Pengadilan HAM.

“Saya mendesak Pemerintahan Jokowi memberi dukungan politik yang maksimal kepada KOMNAS HAM dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia,” ujar dia.

Terpisah Menpolhukam Wiranto menyebut kasus pelanggaran HAM di Wasior dan Wamena, Papua, akan diselesaikan melalui mekanisme yudisial. Ia berkata, Komnas HAM telah melengkapi berkas penyelidikan yang sebelumnya dikembalikan Kejaksaan Agung.

Berkas-berkas yang dilengkapi itu antara lain berisi data pelaku, korban, baik sipil maupun bersenjata, visum et repertum korban, dukungan ahli forensik, dan dokumen surat perintah operasi.
"Atas petunjuk Jaksa Agung, Komnas HAM telah melakukan penyelidikan kembali dan telah mengembalikan berkas tersebut," ujar Wiranto dilansir CNNindonesai.com, Senin (30/1). (*)

Reporter :Abeth You
Sumber: Tabloidjubi.com
Rakyat Papua siap terima Pelapor Khusus PBB

Rakyat Papua siap terima Pelapor Khusus PBB

KNPB saat menggelar ibadah bersama dukung tujuh negara Pasifik di Dewan HAM PBB – Jubi/Abeth You

Jayapura, Jubi - Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy meminta seluruh komponen rakyat Papua di tanah Papua mempersiapkan diri menerima kehadiran kedua pejabat PBB tersebut pada tahun ini.

“Kedatangan kedua pelapor khusus PBB tersebut akan terkait erat dengan situasi dan kondisi HAM yang terjadi di Tanah Papua. Data-data teraktual sudah diterima baik secara langsung maupun melalui berbagai jaringan advokasi HAM di seluruh dunia,” kata Yan Christian Warinussy dalam rilis yang diterima Jubi, Minggu, (5/3/2017).

Warinussy menjelaskan kedatangan kedua pelapor khusus PBB tersebut harus disambut dan disiapkan dengan baik oleh semua komponen rakyat Papua.

Warinussy mendesak Pemerintah Indonesia untuk memberikan akses yang seluas-luasnya bagi kedua pelapor khusus PBB tersebut untuk bertemu dengan seluruh komponen rakyat sipil (adat) dan para korban pelanggaran HAM serta berbagai institusi yang terkait di Tanah Papua.

“Kami menjamin jika kedatangan kedua pelapor khusus PBB tersebut difasilitasi dan diberi akses yang luas, tanpa intimidasi dan direkayasa institusi Negara. Niscaya upaya penungkapan kebenaran dan keadilan dalam konteks dugaan pelanggaran HAM yang berat di Tanah Papua bakal menemukan saluran penyelesaian yang adil, bermartabat, transparan serta imparsial,” katanya.

Wakil Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Agus Kossay menyatakan siap menerima kedua pelapor khusus PBB yang akan datang ke Indonesia.

“Tim pelapor khusus PBB harus datang secara independen dan meneliti masalah-masalah yang terjadi di atas tanah Papua, seperti pembunuhan, penculikan, penangkapan, penembakan dan sejenisnya,” katanya. (*)

Reporter :Abeth You

Inilah 8 temuan jurnalis Indonesia tentang Kebebasan Pers di Papua

ilustrasi, kebebasan pers

Jayapura, Jubi - Delapan wartawan dari delapan media yang berbasis di Jakarta, Makassar dan Solo mulai 29 Januari – 3 Februari 2017 berkunjung ke Papua mendapatkan fakta di lapangan terkait kebebasan pers di Papua.
Para jurnalis ini mengunjungi tiga kota, yaitu Timika, Jayapura dan Merauke. Perjalanan ini merupakan bagian dari program Strengthening Media and Society yang didukung oleh World Association of Newspapers and News Publisher (WAN-IFRA).

Tim mendapati sejumlah temuan di tiga kota tersebut:

1. Perlakuan aparat pemerintah dan keamanan yang diskriminatif terhadap jurnalis OAP (orang asli Papua) dan non OAP begitu juga sebaliknya.

2. Masih ada stigmatisasi terhadap jurnalis antara yang pro merdeka dan pro NKRI.  Stigma ini kemudian dijadikan senjata bagi aparat untuk melakukan intimidasi. Stigmatisasi itu juga membuat jurnalis terkotak-kotak.

3. Kerusakan lingkungan terkait dampak ekonomi dan pembangunan yang kerap meminggirkan hak asasi manusia dan kearifan lokal tidak banyak diberitakan karena banyaknya pembatasan dan intimidasi terhadap jurnalis di lapangan.

4. Perlu penguatan kapasitas jurnalistik di Papua, mulai dari penerapan kode etik, pemahaman profesi jurnalis, hingga penguasaan teknologi termasuk model bisnis yang tidak menyandera independensi pers.

5. Perlu adanya perubahan perspektif media di luar Papua dalam peliputan dan pemberitaan Papua untuk mendapatkan fakta yang lebih komprehensif dan faktual.

6. Ada 16 jurnalis asing yang datang dan meliput di Papua sejak Presiden Joko Widodo membuka akses media asing untuk meliput di Papua pada tahun 2015. Meskipun begitu, masalah independensi tetap dipertanyakan karena 11 diantaranya datang didampingi aparatur pemerintah.

7. Tim menemukan fakta terjadinya kasus pelecehan seksual terhadap para jurnalis perempuan di Papua baik yang dilaporkan maupun tidak dilaporkan.

8. Perlu pemerataan infrastruktur komunikasi dan akses teknologi informasi di seluruh Papua untuk meningkatkan kualitas dan kompetisi pelayanan publik.

Sebagai informasi tambahan, Indeks Kebebasan Pers yang disusun Dewan Pers pada tahun 2015 menyebutkan bahwa provinsi Papua berada dalam kondisi agak bebas (skor 63,88). Sedangkan Provinsi Papua Barat tercatat sebagai provinsi kurang bebas (skor 52,56).

Anggota tim :
1. Adi Marsiela (Berita Satu/Suara Pembaruan)
2. Arientha Primanita (Jakarta Post)
3. Palupi Auliani (Kompas.com)
4. Gadi Makitan (Tempo)
5. Sunarti Sain (Fajar Makassar)
6. Angelina Maria Donna (Suara.com)
7. Anita Wardana (Tribun Timur)
8. Rini Yustiningsih (Solo Pos)
9. Victor Mambor (Jubi)
10.Frans Labi Kobun (Jubi)
11.Yulius Oktovianus Lopo (Salam Papua)
12.Dominggus Mampioper (Jubi)
13.Eko Maryadi (WAN Ifra)
14.Lina Nursanty (WAN Ifra)

Untuk informasi selanjutnya, hubungi:
Lina Nursanty
+628122135475
mfcindo@gmail.com
www.mfcindonesiablog.wordpress.com

Sumber: Jubi

LP3BH: kedudukan Hukum ULMWP kuat di Melanesian Spearhead Group

ULMWP Foto didepan kantor MSG - Port Vila Vanuatu

Paniai, Jubi - Sejak diterimanya Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai anggota peninjau (observer member) di dalam wadah bernama Melanesian Spearhead Group (MSG) atau Kelompok Persaudaraan antara negara-negara berbudaya Melanesia, maka sesungguhnya ULMWP telah memiliki posisi hukum yang kuat saat ini.
Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Papua Barat, Yan Christian Warinussy, bahwa posisi hukum yang kuat tersebut adalah bahwa ULMWP sudah menjadi salah satu anggota atau sebagai bagian dari MSG itu sendiri.

“Sehingga pada setiap event pertemuan atau rapat-rapat organisasi tersebut, ULMWP dan juga Republik Indonesia yang diterima sebagai anggota asosiasi MSG (MSG Associate member) sama-sama akan ikut serta hadir dan duduk serta ikut terlibat dalam setiap proses pembuatan keputusan-keputusan dari MSG,” kata Direktus Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy dalam keterangan persnya, Senin, (16/1/2017).

Menurutnya, seharusnya saat ini Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo dapat ...............Baca selanjutnya di: Tabloidjubi.com

Informasi ULMWP dapat diakses diwebsite resmi www.ULMWP.org
 

Jubir ULMWP Apresiasi Solidaritas Dunia untuk West Papua

Benny Wenda Jubir ULMWP - doc Jubi

Jayapura, Jubi - Juru bicara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda berterima kasih kepada banyak pihak dan terus mengajak agar semakin banyak pihak mendukung perjuangan penentuan nasib sendiri West Papua.
Hal itu menjadi pesan natal 2016 dan tahun baru 2017 yang dilansir situs resmi pribadinya serta situs kampanye Free West Papua, Sabtu (31/12/2016).
"Saya ucapkan Selamat Natal dan Tahun baru. Kita pantas berharap 2017 akan menjadi tahun yang baik untuk membuat sejarah baru menuju kemerdekaan West Papua," ujar Wenda.
Wenda kembali menekankan kampanye mendesak yang dilakukan untuk mengakhiri "derita rakyat Papua" adalah melalui Referendum West Papua di bawah pengawasan internasional.
"Ini perjuangan kunci kita di tahun 2017. Dan untuk bisa mencapainya dukungan rakyat West Papua dan rakyat seluruh dunia mesti disatukan. Untuk itu kita mesti bekerja bersama membuat sejarah baru dan kesuksesan baru dalam jalan panjang menuju kemerdekaan West Papua.
Wenda juga mengapresiasi semua pihak yang telah berkontribusi atas membesarnya dukungan internasional pada West Papua.
Sementara itu pemerintah Indonesia terus berupaya menghadang dukungan terhadap penentuan nasib sendiri West Papua.
Di Nauru, dilansir RNZI, Minggu (25/12/2016) pejabat Kementerian Luar Negeri Indonesia, Duta Besar Jauhari berkunjung ke negeri itu untuk meningkatkan hubungan bilateral.
Dia mengatakan delegasi Indonesia bertemu dengan Presiden Baron Waqa dan kabinetnya. Mereka diskusikan capaian pembangunan di Indonesia termasuk di wilayah Papua.(*)

Reporter :Zely Ariane
sumber: Tabloidjubi.com

Jennifer Robinson : Pernyataan O’Neill adalah Perkembangan Besar

Jayapura, Jubi – Pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) dari Australia, Jennifer Robinson menyambut baik dukungan Perdana Menteri Papua Nugini (PNG), Peter O’Neill terhadap saudara-saudaranya di Papua Barat.

Dalam pernyataannya minggu lalu, Peter O’Neill meminta pemerintahannya melakukan sesuatu yang lebih kuat untuk mengatasi pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat yang adalah bagian negara tetangga PNG, Indonesia.
Robinson, yang telah lama membela aktivis perjuangan Papua Barat mengatakan pernyataan O’Neill menunjukkan perubahan sikapnya dan juga pemerintah PNG.
“Pernyataan O’Neill adalah perkembangan besar untuk Papua Barat,” kata Robinson, Sabtu (7/2/2015).
Dia menambahkan, perubahan ini telah datang dan merupakan bukti kekuatan gerakan dan dukungan masyarakat PNG terhadap suadara mereka di bagian lain pulau New Guinea.
“Seperti yang telah terlihat di Vanuatu, rakyat telah mengkritik pemerintah mereka untuk menanggapi kegagalan pemerintah di negara-negara Melanesia untuk membawa isu Papua Barat di lingkup regional Melanesia,” kata Robinson yang juga pengacara pendiri WikiLeaks, Julian Asange.

Sebagaimana diberitakan oleh media PNG, Perdana Menteri Papua Nugini (PNG), Peter O’Neill membuat pernyataan yang membalikan pandangan tentang dukungan PNG terhadap perjuangan pembebasan Papua Barat. O’Neill berjanji untuk berbuat lebih banyak berbicara atas nama Melanesia untuk Papua Barat.
“Kadang-kadang kita lupa keluarga kita sendiri, saudara-saudara kita sendiri, terutama di Papua Barat,” kata O’Neill saat menyampaikan pidatonya pada pertemuan tingkat pemimpin PNG di Port Moresby, Kamis (5/2/2015.
O’Neill juga mengatakan sebagai negara, sudah saatnya PNG berbicara tentang penindasan rakyat kita di Papua Barat.
Pernyataan O’Neill ini kemudian ditanggapi oleh Ketua Komisi HAM Republik Indonesia, Hafid Abbas, yang berharap Pemerintah Indonesia meminta klarifikasi pemerintah PNG.
“PNG tetangga kita. Kita harus bekerjasama dalam berbagai aspek pembangunan bersama. Saya berharap Presiden, Wakil Presiden dan Menteri Luar Negeri, berkunjung ke Papua Nugini untuk meminta klarifikasi,” kata Hafid Abbas. (Victor Mambor)

Sumber : Jubi
KNPB : Otak KKB di Papua Adalah Aparat TNI/Polri

KNPB : Otak KKB di Papua Adalah Aparat TNI/Polri

Jayapura, Jubi – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menilai, aktor utama berbagai kasus penembakan yang selama ini tejadi di Papua adalah aparat militer Indonesia, yaitu TNI dan Polri.

Logo KNPB (ist)“Kami melihat yang selama ini menjadi pengacau di tanah Papua adalah justru TNI/Polri. Memang benar bahwa yang melakukan penembakan itu para gerilyawan di hutan dengan senjata rampasan yang mereka miliki dari hasil rampasan,” kata Juru bicara KNPB, Bazoka Logo, Minggu (8/2/2015).

Menurutnya, yang menjadi indikator itu bukan menvonis orangnya. Tetapi, yang harus dilihat itu siapa yang mensuplai amunisi untuk para gerilyawan. Apakah di Papua ada tempat pabrik amunis? Apakah di Papua adan tempat pabrik senjata?
“Jadi semua persoalan penembakan yang selama ini terjadi di tanah Papua adalah TNI/Polri. Karena mereka yang menjual amunisi. Karena itu ranah mereka. Sehingga aparat sendiri yang menjual amunisi. Karena itu KNPB nyatakan aparat militer di tanah Papua adalah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB),” katanya.
Dikatakan, bagaimana mungkin setiap saat gerilyawan melakukan penembakan terus menerus setiap waktu. Padahal amunisinya tidak ada. Kalaupun ada itu hanya ada di dalam senjata yang mereka rampas. Sehingga kalau berfikir secara logis maka gerilyawan tidak punya stok amunisi.
“Jadi jangan tuduh orang Papua yang sedang bergerilya di hutan dengan istilah KKB, KSB, OTK dan lain-lain. Istilah itu cocoknya digunakan untuk aparat TNI/Polri yang menjual amunisi itu maupun institusi TNI dan Polri,” ungkap Logo kepada Jubi.
Logo juga mengatakan, pemerintah berencana untuk menambah Kodam di Provinsi Papua Barat. Jika itu benar dilakukan, maka tidak menutupi kemungkinan kelompok KKB, KSB, OTK dan kelompoknya akan ada di provinsi Papua Barat.
“Ya, itu kan ranah bisnis mereka. Jadi istilah-istilah akan bermunculan juga setelah pemerintah membuka Kodam baru di Papua Barat. Ini terjadi karena kesejahteraan mereka tidak diperhatikan. Contoh, kalau gaji perbulan 10 juta, tapi dengan jual amunisi bisa dapat 15-20 juta sekali jual. Kalau begini siapa yang tidak mau?” ungkapnya.
Jadi kata dia, harusnya yang musti dilihat itu bukan orang yang melakukan penembakan tapi lihat otaknya siapa.
Sementara itu, tidak lama ini, kepada awak media di Jayapura, ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FUKB) provinsi Papua, Pdt. Lipiyus Biniluk, mengatakan, dirinya mendukung langkah tegas untuk menindak oknum aparat keamanan yang menjual senjata maupun amunisi kepada kelompok bersenjata di Papua.
“Ya, saya mendukung langkah tegas itu untuk memberantas oknum anggota yang menjual amunisi. Itu dari dulu saya bilang. Jika ada oknum-oknum tertentu yang melakukan, itu harus diberantas,” tegas Pdt. Biniluk. (Arnold Belau)

Sumber : Jubi

Janji O’Neill Bawa Suara Papua Barat, PNG Berbalik Arah?

Jayapura, Jubi – Perdana Menteri Papua Nugini (PNG), Peter O’Neill membuat pernyataan yang membalikan pandangan tentang dukungan PNG terhadap perjuangan pembebasan Papua Barat. Ia berjanji untuk berbuat lebih banyak berbicara atas nama Melanesia untuk Papua Barat.

 

Jika sebelumnya PNG selalu menghindar untuk menegaskan dukungan mereka terhadap perjuangan Bangsa Papua, termasuk mengakui Papua Barat sebagai bagian integral Indonesia, dalam pertemuan dengan para pemimpin PNG, Perdana Menteri PNG, Peter OÕNeill membuat pernyataan dukungan pada Bangsa Papua Barat.
“Kadang-kadang kita lupa keluarga kita sendiri, saudara-saudara kita sendiri, terutama di Papua Barat,” kata O’Neill saat menyampaikan pidatonya pada pertemuan tingkat pemimpin PNG di Port Moresby, Kamis (5/2/2015), di mana ia menjelaskan kebijakan inti pemerintahnya untuk tahun 2015, termasuk pendidikan gratis, peningkatan kesehatan dan memperkuat hukum dan ketertiban.
“Saya pikir, sebagai negara, sudah saatnya bagi kita untuk berbicara tentang penindasan rakyat kita di sana (Papua Barat),” kata O’Neill, seperti dikutip harian PNG, The National edisi Jumat (6/2/2015).

Hingga tahun 2014 lalu, dukungan negara-negara di Pasifik, terutama di kawasan Melanesia (Melanesia Spearhead Group/MSG) terhadap perjuangan bangsa Papua Barat untuk mendapatkan kebebasannya baru didapat dari Vanuatu Front Pembebasan Rakyat Kanak (FLNKS). Pemerintah negara-negara MSG lainnya dinilai lambat berbicara tentang pelanggaran HAK Asasi Manusia di Papua Barat. Terutama Fiji, yang berusaha kuat memberikan status pengamat dalam MSG pada Indonesia.

O’Neill mengakui penetrasi media sosial telah membuat masyarakata di pasifik menjadi lebih vokal menyuarakan kegagalan pemerintah mereka untuk bertindak membantu saudara mereka di Papua Barat.
“Gambar kebrutalan orang-orang kita (Papua Barat) muncul setiap hari di media sosial, namun kita tidak memperhatikan. Kita memiliki kewajiban moral untuk berbicara bagi mereka yang tidak diizinkan berbicara. Kita harus menjadi mata bagi mereka yang ditutup matanya. Sekali lagi, Papua Nugini adalah pemimpin regional. Kita harus memimpin diskusi dengan cara yang lebih padat dan menarik,” kata O’Neill lagi.
Ketua Komisi HAM Republik Indonesia, Hafid Abbas, menanggapi pernyataan O’Neill ini, berharap Pemerintah Indonesia meminta klarifikasi dari pemerintah PNG, atas pernyataan O’Neill ini.
“PNG tetangga kita. Kita harus bekerjasama dalam berbagai aspek pembangunan bersama. Saya berharap Presiden, Wakil Presiden dan Menteri Luar Negeri, berkunjung ke Papua Nugini untuk meminta klarifikasi,” kata Hafid Abbas. (Victor Mambor)

Sumber : Jubi

Ada Dana Besar ‘Tersembunyi’ di Gresik

Ada Dana Besar ‘Tersembunyi’ di Gresik

Jayapura, Jubi – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Papua, Ruben Magay menduga, ada sumber dana besar yang tersembunyi di Gresik, Jawa Timur, sehingga pihak PT. Freeport Indonesia dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), ngotot membangun smelter di wilayah itu.

“Saya menduga itu karena di sana ada perusahaan semen terbesar, tehel, dan perusahan pembuatan barang pecah belah seperti gelas dan piring. Ada sumber dana besar yang disembunyikan. Nantinya tailing dari smelter itu bisa dipakai untuk bahan pembuatan semen, tehel, serta barang pecah belah,” kata Ruben, Selasa (3/2/2015).
Ilustrasi Area Penambangan PT. Freeport - Jubi/IST
Menurutnya, sejak tiga tahun lalu, masih ada kewajiban pihak Freeport yang belum dilaksanakan, yakni tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Katanya itu sesuai Undang-Undang (UU) 40 tahun 2007. Pada pasal 74 diatur bagaimana setiap perusahan punya respon terhadap masyarakat sekitar.

“Itu juga diatur dalam PP 47 tahun 2012. Selama ini Freeport hanya laksanakan comunity depelompmennya. Itu beda. Saya pikir kontrak kerja freepoirt masih memungkinkan ditinjau ulang melalui UU pertambangan nomor 11 tahun 1967 dan UU Minerba nomor 4 tahun 2009,” ucapnya.
Katanya, dalam UU 1967 semua ijin diatur pusat, namun dalam UU 2009 ada disentrirasisi. Ada kewenangan pimpinan daerah. Itu diperkuat UU Otsus Papua tahun 2001 pasal 64 mengenai pertambangan serta Perdasi Papua nomor 22 tahun 2008.

“Nanti kalau smelter dibangun di Gresik, ijinnya siap yang mengeluarkan. Apakah Pemprov Jawa Timur atau Papua. Wilayah penambangan di Papua tapi pengolaannya di Jawa Timur. Pemprov Papua juga berhak mengeluarkan ijin sesuai UU Minerba tahun 2009,” katanya.
Sehari sebelumnya, Wakil Ketua III DPR Papua, Yanni mengatakan, menyarankan Freeport sebaiknya angkat kaki dari Papua, dan cari lokasi tambang di daerah lain jika tetap ngotot membangun smelter di Gresik. (Arjuna Pademme)

Sumber : Jubi
5 Februari, Rakyat Papua Akan Daftar ke MSG

5 Februari, Rakyat Papua Akan Daftar ke MSG

Jayapura, Jubi – Front Pembebasan Nasional Papua Barat (FPNPB) yang baru terbentuk di Vanuatu akan mengirimkan aplikasi mereka untuk keanggotaan penuh pada Melanesia Spearhead Group (MSG).

Kelompok ini dibentuk pada bulan Desember untuk merespon permintaan MSG agar Bangsa Papua Barat bersatu untuk mewakili berbagai faksi dalam gerakan pro-kemerdekaan.
Juru bicara Benny Wenda mengatakan kepada wartawan Radio New Zealand (Sabtu, 31/1/2015) bahwa FPNPB akan mengajukan permohonan mereka pada tanggal 5 Februari 2015.

“ Kami membawa aplikasi ini bersama-sama dalam satu semangat untuk menyerahkannya kepada Sekretariat, yang merupakan tujuan dari semua orang Papua Barat,” kata Benny Wenda.
Menurut Benny Wenda, terbentuknya FPNPB ini adalah pertama kalinya dalam sejarah bangsa Papua Barat. Karena sudah banyak kesepakatan yang ditandatangani oleh rakyat Papua Barat tapi selalu gagal. Namun saat ini, FPNPB adalah generasi baru yang datang dengan satu suara untuk membebaskan rakyat Papua Barat dari Indonesia.

Benny Wenda, yang pernah dimasukkan oleh pemerintah Indonesia dalam daftar merah Interpol ini mengatakan reaksi Indonesia atas pembentukan FPNPB tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dilakukan selama 50 tahun belakangan ini.

“Kami tidak peduli. Apapun yang mereka (Indonesia) lakukan mereka telah melakukannya selama 50 tahun terakhir. Yang paling penting kita menjadi satu suara. Itu membuat kita benar-benar percaya diri. Meskipun mereka membunuh kami atau memenjarakan kami,” kata Wenda.
Pembentukan FPNPB ini diakui oleh Benny Wenda, untuk memenuhi instruksi para pemimpin MSG di Kaledonia Baru.

“ Saya berpikir bahwa kita telah belajar banyak dari pengalaman. Sekarang kita adalah satu. Inilah yang diminta para pemimpin Melanesia kepada kami,” kata Benny Wenda. (Victor Mambor)

sumber : Tabloidjubi