DIALOG DAMAI JAKARTA – PAPUA, PRESIDEN JOKOWI HARUS LIBATKAN “PRESIDEN” FORKORUS
Anggota DPR Papua mendukung pemerintah pusat menggelar dialog damai Jakarta – Papua seperti yang di sampaikan oleh Presiden RI, Ir. Joko Widodo dalam lawatannya ke Papua beberapa waktu lalu.
Menurutnya untuk melakukan dialog damai tersebut Presiden harus melibatkan berbagai pihak dan komponen yang berseberangan dengan pemerintah selama ini, termasuk di dalamnya adalah ‘Presiden’ Negara Federal Republik Papua Barat (NRFPB) Forkorus Yaboisembut yang telah di deklarasikan saat Kongres Rakyat Papua (KRP) III di Abepura beberapa tahun lalu.
Hal ini disampaikan anggota Komisi A DPR Papua Bidang Hukum dan HAM, Ruben Magay kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (6/1/2015) kemarin.
Menurut Ruben Magai, rakyat Papua sejak beberapa waktu lalu sudah mengusulkan dialog damai, namun ketika itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak merespon usulan itu.
Respon itu datang justru dari Presiden terpilih Joko Widodo saat melakukan kunjungan kerjanya ke Papua dalam rangka perayaan Natal Nasional beberapa waktu lalu. Presiden Jokowi dihadapan rakyat Papua menyatakan akan melakukan dialog untuk mencari solusi penyelesaian masalah Papua.
“Dialog itu kan sudah lama digagas oleh Jaringan Damai Papua. Namun ketika itu SBY tidak merespon. Padahal dialognya sudah di Jakarta. Kalau sudah ada respon dari pemerintah Jokowi, tinggal nunggu waktu kapan”ujarnya.
Menurutnya, dialog yang dijanjikan itu akan diikuti komponen semua tingkatan. Baik pemerintah pusat, kemudian komponen OPM, PDP, akademisi atau Jaringan Damai Papua.
“Sekarang semua kelompok ini merespon secara baik dan juga Jakarta. Jakarta bisa melihat sudut pandang bahwa pemerintah dalam hal ini, Gubernur, DPRP, MRP,” kata Ruben.
Dijelaskan Ruben, pada 2012 lalu masyarakat Papua telah menggelar Kongres Papua ke III dimana dalam Kongres itu telah diangkat Presiden Negara Federasi Papua Barat yakni Forkorus Yaboisembut. Itu artinya Papua sudah punya Presiden dan orang tak bisa lupa itu.
“Rakyat Papua sudah menganggap Presiden mereka sudah ada, sekarang tinggal menunggu pengakuan dan diplomasi sudah jalan, karena waktu lalu pemerintah pusat tidak cepat merespon permintaan dialog Jakarta-Papua maka masyarakat dengan inisiatif pada Oktober 2012 sudah memilih presiden yakni, Forkorus Yoboisembut,” jelasnya.
Atas nama Negara Federal Papua Barat , lanjut Ruben, itu berarti OPM, sudah mengangkat komponen perangkat pemerintah Papua. Karena selama ini pemerintah pusat masa bodoh sekarang tinggal pengakuan.
“Sekarang dari sudut pandang itulah rakyat Papua berhak menentukan hak nasibnya sendiri,”tegas Ruben.
Lebih jauh, Ruben meminta pemerintah pusat dibawa kepemimpinan Joko Widodo – Jusuf Kalla harus menyelesaikan empat hal yang dianggap menjadi masalah Papua. Pertama, Jakarta harus paham kalau Papua sudah punya Presiden sendiri. Sehingga pemerintah pusat harus merespon dan mengutus orang untuk membicarakan itu.
Kedua, orang Papua mengajukan dialog melalui Jaringan Damai Papua (JDP) dan konsep kini sudah ada di Jakarta. Ketiga, Pemprov Papua mengajukan RUU Otsus Plus yang ada di Prolegnas RI, dan keempat semua komponen perjuangan Papua merdeka ada di Vanuatu.
“Empat kompon ini menjadi kekuatan dan itu harus segera direspon oleh pemerintah pusat,” tegasnya.
Menurutnya, selama ini orang Papua bahkan MRP sudah menilai Otsus Papua gagal. Ketika masa kepemimpinan Agus Alua sebagai ketua MRP, mereka memimpin masyarakat tujuh wilayah adat dari Papua dan Papua Barat, dan mereka sudah nyatakan Otsus gagal, begitu juga MRP di bawah kepemimpinan Timotius Murib.
“Dari dua kali Otsus gagal sudah direspon pemerintah daerah Papua dalam bentuk RUU Otsus Plus yang sekarang ada di Prolegnas. Ini semua bentuk jalan keluar yang dicari orang Papua agar tetap berada dalam kerangka NKRI,” katanya.
Namun lanjut dia, kini seolah Jakarta masa bodoh. Jika pemerintah pusat dibawa pemerintahan Jokowi memberikan respon untuk mengadakan dialog harus difasilitasi pihak ketiga yakni, negara lain. Mereka harus menjadi wasit atau menjadi moderator.
“Harus ada pihak netral yang memfasilitasi dialog. Harus melibatkan pihak ketiga. Jangan hanya melibatkan pemerintah pusat dan orang Papua saja. Itu namanya tidak adil,” tegasnya lagi.
(A/ANR/R2/LO1)
Sumber : Suluh Papua