Jokowi Buka Dialog Papua, Waspadai Munculnya OPM Baru

Sudah beberapa minggu sejak Jokowi mengunjungi Papua ketika menghadiri parayaan Natal Nasional di Papua. Tetapi, dalam kunjungan tersebut masih banyak tersirat di benak rakyat Indonesia di Papua karena menyiratkan concern Jokowi terhadap penyelesaian konflik di Papua. Dalam artikel Kompas.com kemarin, Neles Tebay, Koordinator Jaringan Damai Papua, menulis bagaimana Jokowi menjadi harapan orang Papua. Ia menjelaskan bahwa Jokowi adalah satu-satunya presiden yang berani mengakui bahwa inti permasalahan konflik di Papua tidak hanya soal kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan saja tetapi juga tidak adanya kepercayaan antara rakyat dan pemimpinnya.

14207173851862658994
Di akhir tulisan, Neles Tebay juga menuliskan bagaimana Jokowi akan mengedepankan dialog untuk menuntaskan permasalahan di Papua, ia menuliskan “Bagi Jokowi, semangat untuk mendengar dan berdialog inilah yang ingin digunakannya sebagai fondasi membangun Papua yang damai-sejahtera”. Ia pun menuliskan bahwa Jokowi menegaskan pentingnya dialog yang dilaksanakan di aneka level, dengan sejumlah kelompok, dan dengan menggunakan format dialog yang berbeda-beda. Melalui dialog ini, masalah-masalah dapat diidentifikasi dan solusi dapat ditemukan secara damai. Maka, rakyat boleh berharap bahwa konflik Papua pun dapat diselesaikan melalui dialog yang inklusif. Oleh sebab itu, ia memberi kesimpulan bahwa Jokowi adalah Harapan Papua.

Dialog, kata yang indah untuk diucapkan tetapi begitu sulit untuk dilakukan. Dalam tulisan sebelumnya saya pernah menjabarkan bagaimana jalan menuju dialog damai Papua ini akan berlangsung lama dan begitu berliku. Tetapi, selain itu akan ada masalah dan ganjalan lainnya terkait rencana Jokowi untuk membuka dialog Papua, yaitu munculnya OPM-OPM baru.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, para aktivis OPM memutuskan untuk menjadi OPM tidak hanya sebatas keinginan mereka untuk memisahkan Papua dari Indonesia (ideology), tetapi juga karena permasalahan sakit hati dan ekonomi, contohnya adalah Enden Wanimbo, seorang pemimpin kelompok OPM faksi militer yang paling aktif saat ini. Menurut Arek Wanimbo, Kepala suku besar Lanny Jaya, Enden Wanimbo adalah mantan kepala sebuah sekolah menengah di Tiom, Lanny Jaya. Dia dulu ikut memperjuangkan agar Lanny Jaya berpisah dari Kabupaten Jayawijaya. Harapannya, dia bisa jadi kepala dinas pendidikan. Usaha tersebut berhasil pada 2008 ketika Dewan Perwakilan Rakyat setuju pembentukan Lanny Jaya. Namun Enden kecewa karena dia tak dijadikan kepala dinas. Enden masuk hutan dan gabung dengan Puron Wenda.

Dialog damai Papua, seperti yang ingin dilakukan Jokowi, bila ingin benar-benar menyelesaikan masalah Papua maka harus mengundang kelompok-kelompok OPM juga. Hal yang unik adalah OPM bukanlah satu organisasi saja, ada belasan bahkan puluhan organisasi dengan pimpinan berbeda yang mengaku berbendera OPM dan kasus OPM seperti halnya Enden Wanimbo yang menjadi OPM karena alasan ekonomi dan kepentingan pribadi harus menjadi perhatian. Karena, bisa saja dengan adanya rencana dialog damai Papua ini ada oknum-oknum yang tiba-tiba berteriak “saya adalah OPM” hanya untuk ambil bagian dalam rencana dialog damai Papua untuk kepentingan pribadi dan golongannya saja.

Hal ini sebenarnya sudah terlihat, hari ini (8/1), aparat gabungan TNI dan Polri menangkap 116 anggota kelompok West Papua Interest Association (WPIA). Kelompok ini mengajak untuk referendum dan melakukan peninjauan ulang hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969. Kelompok ini tiba-tiba muncul sejak aktivitas terakhirnya pada akhir Desember 2011. Padahal, seperti halnya kelompok separatis Papua lainnya, publikasi media terhadap aktivitas organisasi adalah elemen penting dalam usaha mereka memisahkan Papua dari Indonesia. Bahkan kelompok-kelompok bersenjata OPM yang memiliki markas yang konon tersembunyi di pegunungan pun ikut menggunakan publikasi media dalam aktivitasnya.

OPM, tidak hanya berisi aktivis Papua yang mengkampanyekan pemisahan Papua dari Indonesia, tetapi didalamnya juga terdapat aktor-aktor pragmatis yang menggunakan nama OPM untuk kepentingan pribadi. Mereka hanya mencari keuntungan dengan meneriakan kata “merdeka”, mengibarkan bintang kejora, atau bahkan menembakan senjata. Aktor-aktor dengan prinsip pragmatis seperti ini adalah ganjalan bagi dialog damai Papua yang diusung Jokowi, karena mereka tidak peduli Papua, mereka hanya memikirkan kelompoknya bahkan dirinya semata.

Sumber : Kompasiana

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »