Oleh: Demi Nawipa
Papua dalam Indonesia sangat buruk, oleh karena banyak hal yang lagi koloni, salah satu akar persoalannya adalah; "permainan kroni Allen Dulles & Soeharto berkuasa di Indonesia sejak era orde baru sampai saat ini". coba kita semua harus tahu bahkan ada yang sudah tahu bahwa KK pertama ditandatangi oleh Seoharto setelah dilengserkan seorang pendiri bangsanya dan juga sebagai presiden negara serikat Indonesia dan sebelum orang asli Papua melakukan PEPERA tahun 1969, saat itu kekuatan kroni Allen Dulles & Soeharto berlebihan.
Coba kita tahu, dari sejak tahun 1967 sampai saat ini, Papua telah menjadi lapangan operasi militer organik dan nonorganik secara sistematis, sehingga orang asli Papua tak mempunyai peluang hidup Masa depan mereka di dalam negara Indonesia di atas tanah warisan mereka.
Di Papua juga telah menjadi tempat mencari nafkah bagi negara Indonesia, bahkan tempat mencari pangkat bintang satu ke bintang empat dalam bidang pertahanan dan ke amanan negara Indonesia, contoh : Jendral Tito Karnavian, dulu beliau menjadi polda Papua saat ini sudah menjadi bintang 4 di POLRI orang nomor satu, tentu akan disusul dengan Roy Rafly Amar (kapolda Papua sekarang), tentu beberapa tahun kedepan akan dapat bintang dua lagi.
Mengapa saya tulis demikian ? oleh karena merasa sedih kelakuan seperti ini oleh negara ini, coba kita simak, hanya dalam tahun ini (2018) banyak kekerasan rekayasa yang dibuat oleh kroni Allen Dulles & Soeharto di Papua, yaitu : "terjadi wabah di asmat di beberapa daerah di papua sehingga banyak anak2 meninggal dunia, TNI membombardir kepada warga di kabupaten Ndungga, sering terjadi penembakan di area Freeport oleh militer Indonesia, terakhir pilkada menjadi momen untuk mendrop militer di Papua, pejabat sementara gubernur Papua adalah seorang purnawirawan, kodam TNI cendrawasih di jayapura diberitakan kami tidak melakukan penembakan membabi buta di Ndugga, Indonesia 100% tidak menghargai bupati Ndungga sebagai anak asuh dalam siatem pemerintahan negara Indonesia (lihat : ko gubernur, ko bupati, ko DPR dalam sistem negara kolonial selalu dimata-matai oleh intelligent Indonesia dalam kamar gelap penjarah indonesia, tidak ada ruang geraknya)".
Nah... setelah usai proses ini, Jakarta gampang isukan persetujuan kerja sama terkait Freeport di Papua, bahkan mereka sudah dijanjikan 10% untuk "masyarakat Papua" ( stop mengatasnamakan rakyat kecil, saya koreksi tentu itu akan dinikmati oleh para elit boneka Jakarta yang ada di Papua).
Saya prediksi saja bahwa; semua ini lagi bermain oleh negara Indonesia secara sistematis oleh karena di Papua dalam Indonesia selalu dan akan bermasalah, bahkan Jakarta punya pemberian otonomi khusus akan habis, tanpa hasil yang dapat memuaskan orang asli Papua, dan pemberian itu juga karena orang asli Papua minta merdeka (berpisah dari Indonesia) melalui forum rekonsiliasi irian Jaya (foreri) sejak tahun 1999/2000.
Oleh karena ini pula Jakarta (Indonesia) lagi gelisah terkait Papua setelah masa berlakunya otsus habis, sehingga mereka lagi berpikir bahwa kontrak karya perusahaan emas, tembaga dan perak di Papua menjadi satu jalan selamatkan Papua tetap dalam negara Indonesia, bahkan tuan Lukas Enembe akan melakukan PON indonesia 2020 menjadi peluang lagi juga bahwa Papua tetap dalam Indonesia, bahkan tawaran otsus plus yang pernah diusulkan oleh Lukas Enembe itu akan menjadi sebuah tawaran juga bagi Papua tetap di Indonesia.
Namun, itu semua tidak akan membawa keuntungan bagi orang asli Papua (ingat : orang asli Papua itu tidak akan dapat dibangun oleh orang lain atau bangsa lain di muka bumi in, kecuali diberikan kesempatan menjadi negara sendiri untuk membangun dirinya sendiri).
Saya menulis ini, oleh karena terjadi multi masalah yang selalu alami oleh orang asli Papua di Papua bahkan di kalangan mahasiswa Papua di luar Papua yang sering tidak disenangi oleh orang - orang dari negara ini (Indonesia) sehingga kami menjadi tak berdaya dalam hidup untuk menghidupi tujuan dan arah pikiran pembebasan masa depan Papua yang akan bebas seutuhnya.
Jadi, kepentingan investasi asing dengan negara Indonesia di Papua sebagai sebuah masalah besar (duri dalam daging) yang lagi meminoritaskan manusia dan alam raya Papua yang berada di kawasan pasifik selatan itu.
*
Penulis adalah orang asli Papua tinggal di Yogyakarta.