Pers Rilis
Kualisi untuk HAM Papua
Hentikan Kekerasan terhadap Pembela HAM,
Adili Pelaku Penganiayaan Emanuel Gobay dan PBH LBH Yogyakarta
Kekerasan dan pembatasan terhadap semua pekerja Hak Asasi Manusia adalah bentuk kemunduran nyata demokrasi Indonesia. Apalagi, kalau kekerasan itu dilakukan oleh Polisi sebagai penegak hukum terhadap Advokat yang sedang melaksanakan tugas pembelaan hukum yang notabene merupakan bagian juga dari penegak hukum adalah wujud ancaman serius matinya kehidupan demokrasi dan HAM di bumi Indonesia. Tindakan Kepolisian semacam ini merupakan watak otoriter yang sudah dihapuskan oleh rakyat Indonesia melalui perjuangan panjang reformasi 1998.
Advokat sebagai salah satu alat negara dalam penegakan hukum, semenjak era reformasi adalah satu pion terdepan penegakan HAM dan demokrasi . oleh sebab itu kekerasan terhadap Advokat adalah ancaman bagi kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Logikanya, jika Advokat yang merupakan penegak hukum yang telah dilindungi oleh konstitusi melalui UU Advokat saja sudah mengalami kekerasan, maka secara otomatis ancaman dan kekerasan yang sama akan sangat mudah dialami oleh seluruh rakyat Indonesia.
Seperti yang dialami oleh Emanual Gobai dan lima orang rekan-rekannya Pengabdi Bantuan Hukum (PBH) Lembaga Bantuan Hukum (PBH LBH) Yogyakarta pada tanggal 1 Mei 2018. Dalam rilis yang diterbitkan oleh LBH Yogyakarta dijelaskan bahwa Emanuel Gobai dan rekan- rekannya dikeroyok oleh anggota Kepolisian Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), di kantor Polda DIY saat melakukan pendampingan hukum terhadap klienya, yaitu lima orang mahasiswa yang ditangkap disekitar Kampus Universitas Islam Yogyakata (UIY) saat melakukan demonstrasi hari buruh 1 Mei 2018, yang terlibat dalam masa aksi Gerakan Satu Mei (Geram). Akibat dari penganiayaan tersebut, Emanuel Gobai mengalami memar dan lecet geres dibagian atas telinga kiri.
Kekerasan dan pembatasan terhadap advokat dan pekerja HAM adalah bentuk pelanggaran hukum terhadap Konstitusi, yang mestinya tidak boleh dilakukan oleh kepolisian DIY. Alasan apapun yang membatasi pemberi bantuan hukum oleh Advokat kepada korban adalah merupakan pembatasan terhadap Hak-hak Asasi Manusia korban atau tersangka yang dilindungi dalam UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) dan UU HAM No 39/1999 Pasal 3 ayat (2) dan 18 ayat (4).
Kekerasan terdahap Emanuel Gobai dan rekan-rekannya PBH LBH Yogyakarta merupakan cermin dari buruknya penegakan hukum di Indonesia.
Sikap buruk kepolisian ini bukan merupakan cermin yang baik bagi penegakan hukum, malah sebaliknya kekerasan tersebut merupakan warisan Orde Baru yang masih dipelihara oleh Kepolisian. Kasus ini bertanda, institusi kepolisian belum menerapkan prinsip-prinsi fair treal sebagai prinsip utama dari prinsip negara hukum/rull of law.
Atas peristiwa tersebut, melalui rilis ini Kami Koalisi HAM Papua menyatakan sikap :
1. Mengutuk Keras tindakan Kepolisian tersebut;
2. Menolak penggunaaan kekerasan secara sewenang-wenang oleh Kepolisian dalam penegakan hukum;
3. Kepolisan wajib taat terhadap hukum dan prinsip-prinsip HAM;
4. Kekerasan terhadap Emanuel Gobai ini merupakan sikap Kepolisian yang selalu menggunakan kekerasan secara sewenang-wenang dalam pendekatan terhadap hak kebebasan menyampaikan pendapat oleh Aktifis dan Mahasiswa Papua di daerah hukum kepolisian Yogyakarta, yang selalu dihadapi dengan kekerasan, seperti Kasus Obay Kogoya. Ini menunjukan Kepolisian DIY tidak faer dan adil terhadap Aktivis dan Mahasiwa Papua di Yogyakarta. Tindakan Kepolisian ini merupakan cermin watak rasisme resim indoensia terhadap rakyat Papua;
5. Menuntut Kapolri segera mengevaluasi Kepolisian DIY Yogyakarta dan Mencopot Kapolda DIY;
6. Menuntut Kepolisian segera memecat Anggota Kepolisian Pelaku Pengeroyokan dan Memproses hukum pelaku secara adil;
Nara Hubung :
1. Ical (LBH Papua), No : 081247737595
2. Yohanis Mambrasar (SKP HAM PAPUA), No: 081221611871
Kami Kualisi HAM Papua:
1. LBH Papua, Simon Pattiradjawane, SH.
2. SKP HAM PAPUA, Yohanis Mambrasar, SH
3. Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) Papua, Tineke Rumkabu
4. Aliansi Mahasiwa Fakultas Hukum Uncen, Riko Kobugau