Ini Pernyataan Sikap 80 Organisasi, Jokowi Hentikan Rencana Peletakan Batu Pertama

Siaran Pers
Pernyataan Sikap Bersama 80 organisasi masyarakat sipil/perorangan. Presiden Joko Widodo: Hentikan Rencana Peletakan Batu Pertama (Groundbreaking) Pembangunan New Yogyakarta International Airport Kulonprogo!


Diberitakan oleh Harian Kedaulatan Rakyat, Rabu, 25 Januari 2017, Presiden Joko Widodo dijadwalkan mengawali pembangunan Bandar Udara Internasional Yogyakarta Baru (New Yogyakarta International Airport / NYIA) di Temon, Kulonprogo dengan meletakkan batu pertama (groundbreaking) pada Jumat, 27 Januari 2017. Terhadap rencana kegiatan ini, kami sangat menyayangkan dan mengecam keras. Ada pelbagai hal mendasar yang merupakan syarat mutlak, yang tidak dipenuhi dan tidak akan mungkin terpenuhi oleh Angkasa Pura 1 (AP1), pemerintah daerah hingga pemerintah pusat untuk membangun bandara.

Pertama, NYIA Kulonprogo yang diklaim sebagai proyek untuk kepentingan umum, adalah sarana transportasi udara yang akan memiliki resiko bahaya amat tinggi terutama bagi calon pengguna transportasi penerbangan. Sebab musababnya, bandara ini berdiri di atas kawasan rawan bencana tsunami. Menyangkut hal ini dapat dilihat di dalam Perpres Nomor 28 tahun 2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali di mana Kabupaten Kulonprogo jadi salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai zona rawan bencana alam geologi (pasal 46 ayat 9 huruf d). Selain itu, menilik Perda Provinsi DIY Nomor 2 tahun 2010 tentang RTRW DIY, sepanjang pantai di Kabupaten Kulonprogo telah ditetapkan sebagai kawasan rawan tsunami (Pasal 51 huruf g). Bahkan Perda Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2012 Tentang RTRW Kabupaten Kulonprogo pun lebih detail menyatakan bahwa kawasan rawan tsunami salah satunya meliputi Kecamatan Temon (pasal 39 ayat 7 huruf a).

Penataan ruang berbasis mitigasi bencana, dengan menetapkan kawasan tertentu sebagai kawasan lindung geologi senyatanya adalah ikhtiar untuk meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan makhluk hidup. Apalagi secara geografis Indonesia berada di lingkaran rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam Masterplan Pengurangan Resiko Bencana Tsunami (2012) pun sebetulnya sudah memetakan kawasan utama yang punya resiko dan probabilitas tsunami tinggi. Kawasan tersebut antara lain kawasan selat sunda dan Jawa Bagian Selatan. Gempa bumi yang besar yang terjadi di zona penunjaman di Jawa bagian selatan dikhawatirkan akan memicu tsunami yang dapat menimpa salah satunya daerah pantai di selatan Provinsi DIY (Kabupaten Kulonprogo).

Menyaksikan kondisi tersebut, alih-alih kebijakan pembangunan NYIA Kulonprogo diurungkan. Pemerintah justru nekad menerabas rambu larangan. NYIA Kulonprogo diteruskan. Bahkan nampaknya hendak dikebut pembangunannya dengan target Maret 2019 beres. Khalayak umum terutama masyarakat calon pengguna jasa transportasi udara seakan-akan sedang dijerumuskan ke kawasan berresiko bahaya ekstra, yaitu kawasan rawan bencana tsunami. Terlebih lagi hingga saat ini belum ada analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang merupakan instrumen mitigasi terhadap dampak usaha/kegiatan (pra kontruksi, kontruksi dan operasi). Tidak terdapat pula analisis mengenai resiko bencana sebagaimana amanat UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Kedua, kendati AP 1 sedang melakukan studi amdal, sekali lagi musti digarisbawahi, studi amdal tersebut tidak sohih secara hukum. Malahan mengandung cacat nan akut. Yang paling pokok dan telanjang di depan mata ialah, secara substansial seharusnya sudah dapat dipastikan amdal tidak akan pernah bisa dinilai layak. Dari aspek pelingkupan saja, muatan tentang kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundangan jelas tidak terpenuhi. Belum lagi bicara deskripsi rona lingkungan hidup awal (environmental setting) yang pada dasarnya merupakan kawasan rawan bencana alam tsunami (kawasan lindung geologi), makin tidak layaklah NYIA Kulonprogo dibangun. Sementara secara prosedural, proses studi amdal itu tidak dilakukan pada tahapan yang semestinya. Ada tahapan yang dilompati oleh AP1. Bukannya amdal disusun terlebih dulu sebagai kelengkapan, ini malah sudah melompat jauh ke tahapan groundbreaking atau sudah akan masuk ke tahapan kontruksi (pembangunan fisik, mobilisasi alat).

Padahal beberapa peraturan perundang-undangan sudah memberikan ketegasan yang sangat terang, kapan studi amdal musti dilakukan. Harusnya aturan itu dapat dimengerti dengan baik oleh pemrakarsa dan pemerintah daerah. Kalau mengacu ke Pasal 4 ayat 1 PP 27/2012 tentang Izin Lingkungan, amdal disusun oleh pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan. Sedangkan bilamana menengok UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan umum dan PP Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, akan ditemukan empat tahap pengadaan tanah yaitu, tahap perencanaan, tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyerahan hasil. Khusus dalam tahap perencanaan, terdapat amanat bagi pemrakarsa untuk menyusun sebuah dokumen perencanaan pengadaan tanah. Dokumen dibikin berdasarkan studi kelayakan. Muncul pula perintah untuk menyusun dokumen amdal.
Dengan kata lain, amdal beserta izin lingkungan (jika dinilai layak) harus ada jauh sebelum Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 68/KEP/2015 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Bandara Untuk Pengembangan Bandara Baru di DIY (IPL) dikeluarkan. Sebab pengadaan tanah sudah merupakan tahap pelaksanaan suatu usaha dan/atau kegiatan, yang berada pada tataran pra kontruksi. Maka konsekuensi logis, scientific dan normatifnya, kajian amdal harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pengadaan tanah dilaksanakan.

Malahan tidak hanya sebelum IPL yang diterbitkan oleh gubernur, tapi ternyata sebelum penetapan lokasi dari Menteri Perhubungan nomor: KP. 1164 tanggal 11 November 2013 dikeluarkan, proses studi amdal harus sudah dijalankan oleh pemrakarsa. Menyangkut ini dapat kita perhatikan pada Pasal 2 ayat 2 PP Nomor 40 tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara. Dalam aturan ini ditentukan, menteri ketika akan menetapkan lokasi pembangunan bandar udara salah satunya musti mempertimbangkan kelayakan lingkungan. Yang dimaksud dengan kelayakan lingkungan yaitu suatu kelayakan yang dinilai dari besarnya dampak yang akan ditimbulkan serta kemampuan mengurangi dampak (mitigasi), pada masa kontruksi, pengoperasian dan/atau pada tahap pengembangan selanjutnya. Berangkat dari penjelasan itu, maka penerjemahan paling rasional dan sesuai hukum terhadap klausula kelayakan lingkungan tersebut adalah melalui studi dokumen lingkungan berupa amdal.

Sementara jikalau kita menengok ke Pasal 3 huruf e Perkap BPN RI Nomor 2 tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah, rupanya Penetapan Lokasi (IPL) sebagai salah satu komponen penggunaan dan pemanfaatan tanah yang akan digunakan untuk pembangunan bagi kepentingan umum yang dilaksanakan pemerintah atau pemerintah daerah, dalam penyusunan dan penerbitannya harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Di dalam lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala BPN RI Nomor 2 tahun 2011 tersebut dinyatakan, ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi itu antara lain: rencana penggunaan dan pemanfaatan tanah yang menimbulkan dampak lingkungan harus disertai persyaratan dokumen lingkungan seperti Amdal/KLHS sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Proses amdal merupakan etape amat menentukan yang akan menghasilkan kelayakan lingkungan atau ketidaklayakan lingkungan. Jika dinilai layak, maka izin lingkungan diterbitkan oleh kepala daerah. Izin lingkungan adalah ‘jantungnya’ sistem perizinan. Izin lingkungan jadi syarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan, termasuk izin lain yang disebut dengan nama lain seperti izin operasi dan izin kontruksi serta tidak ketinggalan pula dalam kerangka penggunaan dan pemanfaatan tanah, penetapan lokasi (IPL) harus memedomani dan menyertakan dokumen lingkungan berupa amdal yang sesuai ketentuan peraturan perundangan. Bahkan betapa krusialnya amdal dan izin lingkungan, sesuai dengan UU Nomor 32 tahun 2009 bagi pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan, dipidana dengan penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak tiga milyar rupiah.

Ketiga, selain Kecamatan Temon sudah diketok sebagai kawasan rawan tsunami ––yang oleh karenanya tidak boleh diganggu gugat lagi–– di PP Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Perpres Nomor 28 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali) hingga peraturan perundang-undangan yang lebih rendah (Perda Provinsi DIY Nomor 2 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DIYtahun 2009-2029) tidak ada satu klausula yang “mewasiatkan” pembangunan bandar udara baru di Kulonprogo. Yang ada ialah pengembangan dan pemantapan fungsi bandara Adi Sucipto yang terpadu/satu kesatuan sistem dengan bandara Adi Sumarmo, di Kabupaten Boyolali.

Keempat, ditinjau dari aspek pertanian, lokasi kegiatan rencana studi amdal pembangunan NYIA Kulon Progo di Desa Palihan, Desa Glagah, Desa Jangkaran, Desa Sindutan, Desa Kebon Rejo, Kecamatan Temon, merupakan lahan pertanian subur lagi produktif baik di lahan kering (tegalan) maupun di lahan basah (sawah). Lingkungan yang subur itu tidak bisa dipisahkan dari masyarakat petani yang telah bertahun-tahun terbiasa menggantungkan dan mencukupi kebutuhan hidup dengan bercocok tanam. Jika NYIA dibangun maka akan ada 12000 pekerja pertanian kehilangan mata pencaharian dari produksi terong dan gambas, 60000 pekerja pertanian kehilangan mata pencaharian dari produksi semangka dan melon dan ada 4000 pekerja pertanian kehilangan mata pencaharian dari produksi cabai. Sementara itu per hektar dan per tahun akan ada 90 ton terong dan semangka, 60 ton gambas, 180 ton melon dan ton cabai, musnah.

Di samping empat hal mendasar di atas, yang juga sangat penting dan mesti disadari oleh masyarakat ––khususnya warga Provinsi DIY–– NYIA Kulonprogo adalah titik mula bermunculannya perampasan ruang hidup dan musnahnya kenyamanan di daerah-daerah lain. Semua itu dapat terjadi akibat dari pilihan arah pembangunan DIY yang berorientasi pada sektor pariwisata. Dalam bahan presentasi berjudul Pembangunan Infrastruktur Transportasi Dalam Mendukung Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dipaparkan oleh Kepala Bappeda DIY dalam Seminar Nasional Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) pada 7 Januari 2017 di Hotel Eastsparc, pariwisata disebutnya sebagai Renaissance Jogja, yang menempatkan laut sebagai halaman depan DIY (sabuk ekonomi pesisir). Bahkan dalam forum yang sama AP1 dalam bahan presentasi berjudul Pembangunan Bandar Udara di Kulon Progo Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi & Pariwisata di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan berani mendeklarasikan Provinsi DIY adalah salah satu pintu gerbang pariwisata di kawasan ASEAN. Industri pariwisata berkembang pesat dan ribuan wisatawan asing masuk ke DIY.
Masalahnya pariwisata tidak cuma butuh tanah petani di Kecamatan Temon untuk meletakkan infrastruktur pokok berwujud NYIA Kulonprogo. Tapi diperlukan pula sarana sekunder yang akan menunjang kepentingan pariwisata itu sendiri. Oleh karenanya NYIA Kulonprogo dikonsepkan sebagai pemicu agar Kulonprogo bertransformasi menjadi Kulonprogo yang aerotropolis, sebuah kota yang tata letak, infrastruktur dan ekonomi berpusat pada bandar udara. Konsekuensinya akan muncul pusat bisnis baru misal wacana berdirinya Disneyland, airport city, new smart town dan MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition).

Tak berhenti di Kulonprogo. Guna menunjang industri pariwisata, didesainlah sebuah kota metropolis. Gejala ini sangat terasa di daerah perkotaan, dengan maraknya ekspansi hotel, apartemen, pusat-pusat perbelanjaan di Yogyakarta dan Sleman, yang tentu tidak menutup kemungkinan merambah ke wilayah rural (pedesaan) lain. Semua itu yang membuat tata kota di DIY jadi acak adut dewasa ini. Parahnya, hak-hak fundamental seperti hak atas tanah, hak atas air, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat warga dan hak atas kehidupan yang sejahtera lahir batin dirampas begitu saja dengan narasi “kepentingan umum”. Jadi setiap kita berpotensi menjadi korban pembangunan.

Berangkat dari hal tersebut di atas, kami menilai rencana peletakan batu pertama pertama (groundbreaking ) pembangunan NYIA Kulonprogo oleh Presiden Joko Widodo, besok Jumat, 27 Januari 2017, adalah kegiatan yang dipaksakan, yang menunjukkan ketidakpatuhan pemerintah terhadap hukum, pengabaian terhadap lingkungan hidup dan hanya akan menambah deret panjang perampasan tanah (land grabbing) khususnya di Provinsi DIY. Oleh karena itu kami mendesak dan menuntut kepada Pemerintah Negara Republik Indonesia (Presiden Joko Widodo), Pemerintah Daerah Provinsi DIY dan Angkasa Pura 1 untuk:

1. Menghentikan rencana peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan New Yogyakarta International Airport Kulonprogo.
2. Menghentikan seluruh tahapan pengadaan tanah untuk pembangunan New Yogyakarta International Airport Kulonprogo.
3. Menghapus kebijakan pembangunan New Yogyakarta International Airport Kulonprogo.

Yogyakarta, 26 Januari 2016

Gerakan Solidaritas Tolak Bandara (Gestob) NYIA Kulonprogo

1. Wahana Tri Tunggal (WTT)
2. Persatuan Pemuda Anti Diktator (Predator)
3. Persatuan Perumpuan Anti Penindasan (PPAP)
4. Sekolah Bersama
5. Walhi Yogyakarta
6. Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta
7. Warga Berdaya
8. Needle ‘n Bitch
9. Kolektif Betina
10. Yayasan Bersama Project
11. Rumah Belajar Rakyat
12. Federasi Perjuangan Buruh Indonesia
13. Senat Mahasiswa UIN
14. Video Report
15. IVAA
16. Keluarga Alumni Fakultas Geografi UGM
17. Komite Bersama Reformasi
18. BEM KM UGM
19. PRD
20. Indonesian Court Monitoring
21. Tanah Air Beta
22. Serikat Mahasiswa Indonesia
23. AGONI
24. Jogja Darurat Agraria
25. Persatuan Perjuangan Indonesia
26. Lingkar Studi Code
27. Credit Union Widya Mataram
28. Lembaga Pers Mahasiswa Rethor
29. UKM Padmaa Widya Mataram
30. Jaker Yogyakarta
31. Konsorsium Pembaharuan Agraria
32. Kelas Kajian Kapital
33. Simponi
34. Peace Women Across the Globe Indonesia
35. Purple Code Collective
36. Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi
37. Aliansi Buruh Kontrak Menggugat
38. Magister Administrasi Publik UGM
39. Arus Pelangi
40. Selamatkan Bumi
41. PLUSH Yogyakarta
42. Serikat Pekerja Transportasi Indonesia
43. Dewan Perwakilan Mahasiswa UAD
44. Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia
45. KAHAM UII
46. Paku Bangsa
47. FMN Yogyakarta
48. HMI Jogja Raya
49. Sangkakalam Media
50. Jaringan Perempuan Yogyakarta
51. Libertas
52. Konferensi Persatuan Buruh Indonesia
53. Forum LSM DIY
54. Save Borneo
55. Serbuk Indonesia
56. Koperasi Mataram
57. Forum Solidaritas Yogya Damai
58. Paguyuban Buruh PT. Sinar Mas
59. PMII UGM
60. PMII Sleman
61. Mitra Wacana
62. Perempuan Indonesia Anti Korupsi
63. Laboratorium Kedaulatan Pangan dan Agrobisnis (Lab. KPAK) Petani Unit Kulonprogo
64. Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia
65. Eko Riyadi Pusham UII
66. Laksmi A. Savitri
67. Hanny Wijaya
68. Azhar Irfansyah
69. Iqra Anugrah
70. Hizkia Yosie Polimpung
71. Naomi Srikandi
72. Lini Zurlia
73. Aini Wilinsen Prawiranegara
74. Widodo
75. Kemped
76. Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia
77. Kaukus Perda Gepeng
78. Garuda Selatan
79. Solder
80. Kartika Jahja

Narahabung:
Zhoel Moti (085327910323)
Pramilla Deva (085722950943)
Yogi Zul Fadhli (08995151006)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »