Jayapura, Jubi – Delegasi berbagai organisasi diharapkan bersatu  dengan segera membuat badan kordinasi kerja untuk menjawab aplikasi  Melanesian Spearhead Group (MSG) usai menghadiri Konferensi Tingkat  Tinggi (KTT) Penyatuan Papua Barat yang tengah berlangsung di Port Vila,  Vanuatu. 
| Foto Tokoh Kemerdekaan bangsa Papua Benny Wenda tinggal di Oxpord Inggris. Dipotret ketika Wenda mengikuti konfrensi tingkat tinggi di Vanuatu dan dijemput oleh masyarakat Vanuatu di atas panggung, senin, (/12/2014, dok Free West Papua.co.id). | 
Elias Ramosta Petege, aktivis HAM Papua di Jogjakarta mengatakan,  persatuan semua organisasi di Papua Barat untuk perjuangan pembebasan  Bangsa Papua harus segera ditindaklanjuti. Menurutnya, penyatuan itu  bisa diawali dengan melakukan rekonsiliasi, dimana para pemimpin  organisasi harus mau membuat badan kordinasi kerja terkait aplikasi  Melanesian Spearhead Group.
“Para pemimpin Papua harus segera membuat rekonsiliasi dan persatuan  menyeluruh dalam sebuah badan kordinasi bersama. Setelah mereka pulang  dari Vanuatu, entah hasilnya baik atau jelek, kita di Papua harus ada  semangat baru, hidup baru yang dapat menghimpun semua kekuatan rakyat  sipil dan organ-organ pergerakan yang ada di Papua untuk melawan  penindasan dan ketidakadilan di Papua,” kata Petege kepada Jubi, Rabu  (3/12).
Menurut Petege, masyarakat Papua sedang berada dalam sistem  penindasan pemerintah Indonesia. Sistem penindasan itu digambarkannya  melalui berbagai kebijakan pemerintah pusat bagi masyarakat di Bumi  Cenderawasih. Diantaranya, melakukan pemekaran wilayah-wilayah padahal  belum memenuhi syarat dilakukannya suatu pemekaran, seperti jumlah  penduduk. Untuk itu, Petege dari Nasional Papua Solidaritas (NAPAS) yang  berbasis di Jakarta itu mengimbau agar hal-hal yang menimbulkan  perpecahan antar masyarakat Papua dapat dihindari.
“Karena kita sudah akan melawan sistem penindasan pemerintah. Dan itu  harus juga dinyatakan dengan membentuk sebuah wadah kordinasi bersama.  Di wada inilah, setiap pemimpin Papua harus bersatu tanpa curiga, ego  dan tanpa ragu demi Papua,” harapnya.
Petege mengatakan, ada empat syarat utama untuk penyatuan. “Pertama,  para pemimpin Papua harus saling mengakui apa adanya. Kedua, para  pemimpin Papua harus meninggalkan sikap ambisi, egois dan tidak boleh  praktekkan politik primodialisme.”
Lanjut Petege, syarat ketiga, para pemimpin harus punya kekhasan  berdemokrasi. “Itu artinya, para pemimpin Papua harus mengarahkan arah  perjuangan Papua pada penegakkan prinsip-prinsip demokrasi. Contohnya,  jika kemerdekaan politik adalah agenda utama, maka setiap pemimpin harus  setia melaksanakan agenda tersebut sampai sukses,” ujarnya.
Kemudian, syarat keempat, para pemimpin Papua harus melaksanakan  segala sesuatu berdasarkan kebenaran. “Karena kebenaran akan membenarkan  kita dan mengalahkan pemerintah, yang menindas dan membunuh rakyat  Papua selama ini,” lagi kata Petege.
Dalam kesempatan berbeda, Yusak Reba, dosen Fakultas Hukum di  Universitas Cenderawasih (Uncen) mengatakan, rakyat di Tanah Papua telah  lama merindukan hubungan dan penyatuan antar setiap pemimpin. Ia  mengaharapkan, sekembalinya para delegasi Papua Barat dari Vanuatu  nanti, semua harapan rakyat Papua untuk persatuan itu benar-benar  terwujud. (Ernest Pugiye).
Sumber : Jubi 
 
