Java Centris Development (5.262 Triliun): Bangsa-Bangsa Serakah dan Tipu-Menipu Anggaran

Senator Tanah Papua – Kebijakan tipu-tipu anggaran yang katanya besar bagi daerah Papua, dapat dibuktikan dari membedah komposisi anggaran Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk Provinsi Papua dan Provinsi Jawa Timur. Membedah komposisi anggaran kedua daerah tersebut, juga sebagai pembuktian perihal pentingnya keberpihakan Pemerintah Pusat terhadap kebutuhan industrialisasi smelter pertambangan bagi Tanah Papua, dibandingkan meneruskan kebijakan sentralisasi pembangunan Smelter di Pulau Jawa, yang hanya semakin memperlebar kesenjangan pembangunan di Tanah Papua.

Kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami oleh bangsa Papua merupakan fenomena kegagalan Pemerintah Pusat dalam mendistribusikan sumber-sumber produksi yang menjadi kekuatan ekonomi bagi Tanah Papua, dengan masih dipertahankannya sentralisasi pembangunan di Pulau Jawa “Java Centris Development”.
Dalam realisasi pendapatan yang menjadi komponen anggaran daerah Provinsi Jawa Timur, yang terdiri dari 39 daerah otonom yaitu 1 Provinsi, 9 Kota dan 29 Kabupaten, memiliki pendapatan dalam anggaran APBD di Tahun 2013 yang mencapai Rp 67,85 Triliun. Dari besaran anggaran yang mencapai Rp 67,85 Triliun  tersebut, ternyata kontribusi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Timur hanya yang mencapai Rp 17,19 Triliun.
Selain PAD, penyumbang terbesar pendapatan dalam anggaran APBD daerah-daerah di Provinsi Jawa Timur bersumber dari dana transfer pusat yang terdiri dari Dana Perimbangan yang mencapai Rp 39,34 Triliun, beserta dana yang berasal dari alokasi Dana Penyesuaian yang mencapai Rp 7,88 Triliun.
Sedangkan untuk daerah-daerah di Provinsi Papua pada Tahun 2013, yang terdiri dari 30 daerah otonom yaitu 1 Provinsi, 1 Kota dan 28 Kabupaten, mencatat komposisi pendapatan dalam APBD 30 daerah otonom tersebut yang mencapai Rp 31,59 Triliun. Dari besaran pendapatan APBD sebesar Rp. 31,59 Triliun tersebut, ternyata kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari 30 daerah otonom di Provinsi Papua hanya mencapai Rp 0,99 Triliun.
Penyumbang terbesar pendapatan dalam anggaran APBD daerah-daerah di Provinsi Papua bersumber dari dana transfer pusat, yang terdiri dari Dana Perimbangan yang mencapai Rp 22,67 Triliun, beserta dana yang berasal dari alokasi Dana Otsus sebesar Rp 4,70 Triliun dan Dana Penyesuaian sebesar Rp 2,46 Triliun.
Karena sifat Dana Perimbangan yang lebih didominasi untuk keperluan belanja rutin pemerintah daerah, sebagai contoh belanja pegawai, maka praktis keberadaan dana perimbangan tidak begitu berpengaruh dalam pembangunan di daerah.  Sehingga untuk mendukung pembangunan di daerah, Pemerintah Daerah masih mengandalkan sumber PAD daerah, dan transfer dana pusat melalui Dana Penyesuaian/ penyediaan dana Otsus bagi daerah yang menerima dana otsus sepertihalnya daerah Papua.
Pada kenyataanya perbandingan perolehan PAD yang dapat digenjot oleh daerah-daerah di Provinsi Papua (PAD Provinsi Papua = 0,99 T) jauh lebih rendah dibandingkan perolehan PAD yang dimiliki oleh daerah-daerah di Provinsi Jawa Timur (PAD Provinsi Jatim = 17,19 T). Daya serap PAD yang tinggi di Jawa Timur, disebabkan sebagian besar sentralisasi industri yang ada di Indonesia di bangun di daerah ini. Tingginya perolehan PAD dalam suatu daerah, menggambarkan kemampuan daerah tersebut untuk menopang fiskal daerahnya, dan mengurangi ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat.
Dalam kasus Jawa Timur, PAD yang cukup tinggi, pada kenyataannya tidak mengurangi komposisi bantuan anggaran Pusat dalam menopang anggaran di APBD Jawa Timur. Hal ini dapat dibuktikan dengan tingginya alokasi Dana Perimbangan dan Dana Penyesuaian yang diberikan kepada daerah-daerah di Provinsi Jawa Timur pada Tahun 2013. Besaran Dana Perimbangan yang dimiliki Jawa Timur yaitu Rp 39,34 Triliun, dan Dana Penyesuaian yang diterima oleh Jawa Timur mencapai Rp 7,88 Triliun.
Besaran Dana Penyesuaian pada Tahun 2013, yang dimiliki oleh daerah-daerah di Jawa Timur yang mencapai Rp. 7,88 Triliun, bahkan lebih tinggi dibandingkan Dana Otsus yang diterima oleh Provinsi Papua pada Tahun 2013  yang hanya mencapai Rp 4,7 Trilun.
Daerah dengan perekonomian sekuat Jawa Timur yang memiliki industrialisasi yang cukup besar, masih saja memperoleh alokasi anggaran yang nilainya jauh melebihi kapasitas anggaran yang dikelola oleh Provinsi Papua? bahkan terus menerus melakukan ekspansi industrialisasi di daerahnya dengan pembangunan smelter PT. Freeport di wilayah Gresik.
Para pengambil kebijakan di Jakarta mengetahui secara persis rendahnya kemampuan PAD daerah Papua, yang disebabkan penguasaan pengelolaan sumber daya alam yang masih dalam kendali Pemerintah Pusat. Sampai kapanpun daerah Papua akan terus mengalami ketergantungan terhadap sumber pembiayaan pusat, sebab sumber kekuatan ekonomi Papua, di sentralisasi melalui kewenangan dan kepentingan Jakarta.
Seharusnya perhatian Jakarta untuk memperkuat perekonomian di Tanah Papua, didasarkan pada kebutuhan untuk pemerataan kekuatan industrialisasi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Sebagai contoh kekuatan mineral mentah yang selama ini tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PAD Papua, seharusnya dimaksimalkan potensinya untuk memperkuat perekonomian dan fiskal yang ada di Tanah Papua, salah satunya dengan kepentingan divestasi saham dan pembangunan Smelter yang wajib dilakukan di Tanah Papua.
Dalam kasus smelter PT. Freeport, Tanah Papua jauh lebih membutuhkan dibandingkan daerah Jawa Timur yang sudah sudah penuh sesak dengan pembangunan industrialisasi di daerahnya. Dalam data pertumbuhan ekonomi nasional, kontribusi perekonomian daerah Jawa Timur mencapai Rp 1.354,36 Triliun atau sebesar 14,87% terhadap pertumbuhan PDB Nasional di Tahun 2013. Sehingga wajar jika PAD daerah-daerah di Provinsi Jawa Timur dapat mencapai Rp 17,19 Triliun pada tahun tersebut. Sedangkan kontribusi untuk keseluruhan Pulau Jawa terhadap perekonomian nasional di Tahun 2013 mencapai Rp 5.262,60 Triliun atau setara dengan 57.78% terhadap pertumbuhan PDB Nasional di Tahun 2013.
Kekuatan perekonomian Jawa Timur yang mencapai Rp 1.354,36 Triliun, tidak juga mengurungkan niat mereka untuk terus merampas sumber kekuatan ekonomi yang dimiliki oleh Provinsi papua. Ada apa dengan Jakarta dan kepentingan pulau Jawa terhadap Tanah Papua?
Jika saudara-saudara memandang bangsa Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengapa harus terdapat perlakuan diskriminasi dalam kepentinan pembangunan regional daerah di Tanah papua? Dana Otsus yang saudara-saudara berikan kepada bangsa Papua, bahkan lebih kecil dibandingkan Dana Penyesuaian yang diterima oleh daerah-daerah di Provinsi Jawa Timur.
Membangun kekuatan ekonomi (the real power of economic) bagi Tanah Papua merupakan kepentingan yang sama terhadap pembangunan industrialisasi yang saat ini dimiliki oleh pulau Jawa. Kekuatan itu pulalah yang menjadikan Pulau Jawa sebagai penguasa pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Apakah salah jika bangsa Papua meminta hak-haknya?
Stop bicara tentang anggaran yang besar melalui “SUBSIDI PEMERINTAH” berupa penyediaan Dana Otsus, yang tidak seberapa jumlahnya. Kini saatnya bangsa Papua “berdiri dengan kaki sendiri“, dengan memaksimalkan kekuatan sumber daya alam yang dimilikinya, untuk kepentingan membangun kemandirian pengelolaan fiskal di Tanah Papua.
Dimasa lalu, Bung Karno mendorong integrasi bangsa Papua kedalam Republik ini, karena merasa sebagai satu bangsa yang terjajah “senasib dan sepenanggungan”, sehingga membutuhkan wadah negara yang dapat menjamin hadirnya cita-cita bersama sebagai bangsa yang berdaulat, adil, dan sejahtera.
Lalu dalam praktek bernegara sepeninggal Bung Karno, banyak lahir para pemimpin nasional yang justru mempraktekkan kolonialisasi atas daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, termasuk apa yang saat ini sedang dialami oleh bangsa Papua. Dalam konspirasi para pemimpin nasional yang menganut paham sentralisasi, ideologi bernegara mereka adalah kepentingan-kepentingan yang direpresentasikan sebagai “tindakan untuk mengambil sebanyak-banyaknya sumber daya alam di daerah, lalu bersikap seperti para dermawan yang memberikan sedikit belas kasihan, berupa alokasi anggaran yang kelihatannya cukup  besar kepada daerah, tetapi sebenarnya daerah-daerah tidak menyadari bahwa seluruh sumber daya alam yang mereka miliki berada dalam kendali kekuasaan para penguasa nasional“.

Sumber : willemwandik.com

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »