Oleh Oktovianus Pogau*
HAMPIR 12 tahun –sejak sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA)– saya tinggal di kota Nabire. Telah merasakan menjadi orang Nabire. Dan merasa memiliki kota ini. Sebagai kaum muda yang peduli pada kota ini, saya merasa terpanggil untuk menulis sebuah catatan. Catatan kritis (baca: masukan) untuk bupati, juga wakil bupati Nabire terpilih saat ini.
Catatan ini sebagai bentuk dukungan moril saya pada kepemimpinan bupati dan wakil bupati yang telah dilantik sejak 4 Mei 2010 silam –berarti sudah 1 tahun 3 bulan. Pada bagian pertama dari catatan ini adalah terkait sektor pendidikan. Bagaimana kebijakan kongkrit bupati dalam peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), salah satunya perhatian terhadap mahasiswa-mahasiswi asal Nabire yang sedang mengenyam studi di berbagai kota –baik di Papua maupun luar Papua.
Tekad dan Komitmen Bupati
Bupati Nabire, Isaias Douw, S.Sos, dalam wawancara eksklusif dengan Tabloid Mingguan Suara Perempuan Papua (TSPP) di Jayapura pernah mengatakan bahwa dirinya maju dan dilantik menjadi bupati Nabire bukan untuk mencari kekayaan, tetapi melayani masyarakat kota Nabire. Ia juga sekaligus mengajak semuah pihak –pemerintah dan masyarakat luas– untuk membuat kasih pada sesame melalui tugas masing-masing. (Baca Tabloid Mingguan Suara Perempuan Papua, Edisi XXI/4-11 Me 2011).
Juga dalam media yang sama katanya “Secara khusus kepada anak-anak muda di sekolah, di kampus, di jalanan, di terminal, di rumah, ketahuilah bahwa manusia dan bangsa-bangsa hanya dapat dibentuk selagi muda. Mereka tidak dapat diperbaiki lagi sesudah menjadi tua. Jadilah pelopor, bukan pengekor! Pemuda hendaknya tampil sebagai agen perubahan, minimal untuk pribadi Anda. Itu adalah tantangan Anda dan kita bersama untuk membangun kabupaten ini (Nabire) dan secara umum Papua.”
Dari kutipan pernyataan diatas, saya melihat paling tidak bupati ingin menyampaikan beberapa hal, pertama; saya (Isaias) menjadi bupati Nabire bukan untuk mencari harta kekayaan (secara tidak langsung berikan pernyataan tegas bahwa tidak akan melakukan tindakan korupsi), kedua; Papua, secara khusus Nabire dapat dibangun oleh orang-orang muda (baca: pemuda dan mahasiswa) yang memiliki SDM yang handal, ketiga; pemuda dan mahasiswa dimanapun berada harus belajar dengan sungguh-sungguh, agar kedepannya dapat berpartisipasi dalam membangun Nabire, keempat; dengan belajar sungguh-sungguh, pemuda dan mahasiswa tentu mampu menjawab tantangan untuk Papua, dan Nabire secara khusus dikemudian harinya.
Saya kira sebuah pernyataan yang sangat baik, dan patut diacungkan jempol. Paling tidak bupati Nabire sudah menunjukan kemauan besar –komitmen, tekad, serta kesungguhan– dalam membangun kota Nabire, khususnya meningkatkan kecerdasan atau memajukan kualitas SDM masyarakat kota Nabire, khususnya lagi bagi pemuda dan mahasiswa.
Dalam program pembangunan lima tahun ke depan Kabupaten Nabire, sektor pendidikan mendapat perhatian yang cukup. Pada berbagai media massa bupati Nabire menyatakan hal itu. Juga komitmen dirinya dalam peningkatan SDM masyarakat Nabire. Memang harus demikian, bahwa pendidikan perlu mendapat perhatian yang ekstra serius, karena ia tentu akan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, juga masyarakat kota Nabire.
Kontras Dengan Pernyataan
Tapi, bagaimana jika pernyataan bupati Douw di media, juga dalam berbagai pertemuan kontras dengan realitas di lapangan. Apakah seorang bupati telah berbohong? Humbar janji? Atau justru membangun opini publik agar ia dianggap peduli, dan juga memperhatikan sektor pendidikan? Kita akan lihat sama-sama apa yang kontras, dan sudah harus menjadi perhatian bupati secepat mungkin.
Saya akan menunjukan beberapa fakta yang tentu dapat mengantarkan kita untuk pertanyakan komitmen dan tekad bupati Nabire. khususnya dalam sector pendidikan, dan komitmen memajuka SDM masyarakat kota Nabire, khususnya lagi perhatian bupati untuk pemuda dan mahasiswa asal Nabire di berbagai kota studi.
Hampir semua bupati –baik definitiv maupun karateker– di wilayah Papua Tengah –Paniai, Dogiya, Deiya, dan Intan Jaya– telah menunjukan tekad dan komitmen mereka dalam meningkat kualitas SDM. Mereka juga secara serius memperhatikan, dan juga memenuhi kebutuhan mahasiswa-mahasiswi mereka diberbagai kota studi –termasuk di kota Jawa dan Bali. Kebijakan setiap kepala daerah tersebut benar-benar menjawab kebutuhan pendidikan untuk daerah, juga untuk pemuda dan mahasiswa mereka.
Komitmen keempat kepala daerah (baca: bupati) di daerah-daerah diatas terbukti nyata ketika mereka mengirim team (baik dari pemerintah, juga legislatif) untuk mengunjungi seiap mahasiswa. Tujuan utama adalah memberikan dana akhir studi bagi mahasiswa semester akhir, mengurusi pemondokan (asrama mahasiswa atau kontrakan) serta memberikan dana pengembangan organisasi.
Salah satu contoh adalah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Intan Jaya. Bupati Maximus Zonggonau bersama ketua DPRD, Manfred Sondegau, juga anggota DPRD yang membidangi pendidikan, kepala bagian kesejahteraan sosial, beserta bendahara daerah telah mengunjungi mahasiswa mereka di hampir semua daerah, juga termasuk di Jawa dan Bali. Mereka berhasil mendata nama-nama seluruh mahasiswa. Dan sekembalinya dari pendataan, biaya pemondokan, juga biaya pendidikan kepada tiap mahasiswa telah dikirimkan melalui nomor rekening. Cara ini dianggap cukup berhasil, walaupun kabar yang saya dapat, hanya baru 30% yang terealisasikan.
Pemda Dogiya, Deiya dan Paniai juga melakukan cara yang sama. Telah mendatangi, melihat, serta langsung memenuhi kebutuhan tiap mahasiswa di setiap wilayah. Dengan kunjungan seperti itu, paling tidak mahasiswa telah merasakan benar-benar diperhatikan oleh Bupati, juga secara umum oleh pemda. Tanggun jawab pemerintah daerah memang benar-benar harus di wujud nyatakan dengan tindakan kongkrit. Sebab, pemuda dan mahasiswa merupakan tulang punggung kemajuan sebuah daerah, yang tentu harus mendapatkan perhatian dan pembinaan.
Bagaimana Dengan Nabire?
Nah, sekarang bagaimana dengan Kabupaten Nabire? Apakah bupati Nabire melakukan kebijakan yang sama dengan cara yang dilakukan beberapa bupati yang telah disebutkan diatas? Atau juga ikut berpartisipasi dalam mendukung peningkatan kualitas SDM untuk kaum pemuda dan mahasiswa asal Kabupaten Nabire di tiap wilayah Indonesia? Jawabannya, sampai saat ini tidak ada dana pendidikan yang sampai pada mahasiswa.
Pertanyaannya, kemana larinya dana pendidikan untuk mahasiswa? Kabarnya, hingga awal bulan Agustus ini perhatian dari bupati Isaias Douw selaku orang nomor satu di Nabire tak nampak. Hampir semua mahasiswa asal Nabire –baik yang berada di Papua juga di Jawa dan Bali– terus mempertanyakan dana pendidikan tersebut, khususnya alokasi untuk pendidikan mahasiswa. Juga menagih “sebuah janji” terkait komitmen dan tekad dalam meningkatkan SDM masyarakat kota Nabire yang telah digembar-gemborkan bupati Nabire saat ini.
Padahal, kalau mau diamati lebih lanjut, Kabupaten Nabire telah berdiri lama dibandingkan Intan Jaya, Dogiyai, dan juga Deiya. Tentu Nabire mendapat porsi anggaran yang lebih besar. Termasuk dana untuk peningkatan SDM di sektor pendidikan. Dan apalagi beberapa daerah tersebut belum ada bupati definitif seperti Nabire, kecuali Paniai. Mereka masih berada di bawah bupati karateker.
Ini tentu menjadi pertanyaan besar untuk bupati Nabire? Kenapa bisa demikian? Apakah memang dana pendidikan untuk mahasiswa Nabire tidak ada? Atau telah dialokasikan tetapi tidak sampai pada mahasiswa? Atau telah dialokasikan, tetapi disalurkan dengan bentuk dan cara yang berbeda? Saya sendiri tak mau menduga secara asal-asalan. Tetapi paling tidak bupati harus memberikan penjelasan, juga pernyataan terkait hal ini. Hanya seorang bupati yang bisa menjelaskan semuanya, apalagi saat ini bupati memiliki kewenangan (kekuasaan) tertinggi melebihi kewenangan kepala dinas pendidikan sekalipun.
Kondisi mahasiswa asal Nabire di berbagai kota studi –baik di Papua maupun Jawa dan Bali – saat ini seperti ayam yang kehilangan induk. Bingung kepada siapa harus berharap, juga kepada siapa harus bertanya. Bahkan yang lebih miris lagi, hampir semua mahasiswa asal Nabire menumpang tinggal di setiap kontrakan atau asrama dari pemda Paniai, Dogiyai, Deiya, atau Intan Jaya. Tentu ini sebuah fakta yang sangat menggenaskan.
Dana Pendidikan
Dari salah satu sumber terpercaya menyatakan bahwa jumlah dana pendidikan yang telah dianggarkan untuk Nabire di tahun 2011 adalah 6 milyar. Ini tentu tidak mengherankan, sebab misalkan Kabupaten Dogiyai saja, untuk tahun anggaran 2011 pemerintah daerah setempat telah anggarkan sebanyak 4 milyar (Papua Post Nabire, 06 April 2011). Tentu tidak mengherankan jika kabupaten yang telah memiliki bupati definitif seperti Nabire mendapat anggaran yang begitu besar.
Sikap seorang bupati yang pandai “membual” lewat berbagai pernyataan di media massa, tentu harus dipertanggung jawabkan. Jika tak punya niat baik, atau tidak serius dalam meningkatkan kualistas SDM, termasuk membantu pemuda dan mahasiswa di berbagai kota studi di Indonesia, maka tak harus berkomentar sembarang. Pernyataan yang tak benar di media massa tentu menjadi bumerang bagi bupati sendiri, juga untuk jenjang karirnya dikemudian hari.
Lebih baik diam dan bekerja, dan menunjukan fakta kerja di lapangan, dari pada memberikan berbagai pernyataan, tapi tidak sesuai dengan fakta dilapangan. Ini tentu menunjukan siapa seorang bupati, dan sejauh mana integritas yang dimiliki. Memang benar, bahwa belum genap dua tahun memerintah, tapi perlu diingat juga, dua tahun bukan merupakan waktu yang singkat untuk memaksimalkan semua sektor, secara khusus sektor pendidikan.
Akhir kata, semua belum terlambat, artinya masih ada waktu untuk membuktikan bahwa Douw-Magai memang serius, dan benar-benar ingin membangun Kabupaten Nabire, khususnya dalam sektor pendidikan.
Caranya adalah penuhi tuntutan mahasiswa dengan memberikan biaya sesuai kebutuhan mereka –baik untuk mahasiswa di Papua juga di Jawa maupun Bali. Saya hanya takut, jika tidak dipenuhi, dampak buruknya akan dirasakan sendiri oleh bupati selaku orang nomor satu di Kabupaten Nabire. Semoga ada langkah bijak. Amakane. (BERSAMBUNG)
*Oktovianus Pogau adalah mahasiswa asal Kabupaten Nabire, saat ini studi di Jakarta.