Tampilkan postingan dengan label Eksekusi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Eksekusi. Tampilkan semua postingan
11 Terpidana Mati Tinggal Tunggu Tanggalnya Saja

11 Terpidana Mati Tinggal Tunggu Tanggalnya Saja

Kejagung: 11 Terpidana Mati Tinggal Tunggu Tanggalnya Saja

Jaksa Agung RI, HM Prasetyo. (Sopian/HarianTerbit)
Jakarta,  - Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan eksekusi terhadap 11 terpidana mati yang sudah ditolak permohonan grasinya, tinggal menunggu penentuan tanggalnya saja. "Belum (penentuan tanggal) semuanya akan dikendalikan Kejagung," kata Prasetyo di Jakarta, Jumat (6/2/2015).

Menurutnya, ketika grasi sudah ditolak maka eksekusi sudah bisa dilakukan. Kejagung sendiri sudah menerima 11 Keppres yang menolak permohonan grasi terpidana mati yang terdiri 8 kasus narkotika dan 3 kejahatan pembunuhan.

11 terpidana mati tersebut, termasuk pada Sylvester Obiekwe Nwolise alias Mustopa, Warga Negara Nigeria, meski di dalam penjara masih bisa mengendalikan peredaran narkoba. Dikatakan, WN Nigeria itu menjadi prioritas utamanya juga karena masih mengendalikan narkoba. "Tentunya tidak akan kita biarkan seperti itu," katanya dilansir Antara.

Seperti diketahui, eksekusi mati tahap II akan dilakukan setelah sukses melaksanakan tahap I dengan enam terpidana mati yang dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Cilacap dan Boyolali, Jawa Tengah.

Ke-11 Keppres itu, 

Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI) kasus pembunuhan berencana, 
Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina) kasus narkotika, 
Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia) kasus narkotika, 
Harun bin Ajis (WNI) kasus pembunuhan berencana, 
Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI) kasus pembunuhan berencana, dan 
Serge Areski Atlaoui (WN Prancis) kasus narkotika.

Martin Anderson alias Belo (WN Ghana) kasus narkotika, 

Zainal Abidin (WNI) kasus narkotika, 
Raheem Agbaje Salami (WN Cordova) kasus narkotika, 
Rodrigo Gularte (WN Brazil) kasus narkotika, dan 
Andrew Chan (WN Australia) kasus Narkotika.
(Anu)

Sumber : http://harianterbit.com

Akankah Indonesia Sanggup Mengeksekusi Mati Warga Negara Australia ??

Pasca dilakukannya eksekusi mati, terhadap 6 orang terpidana kasus Narkoba, dimana 5 orang diantaranya adalah warga negara asing (WNA), masing-masing : Ang Kim Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir
alias Tommy Wijaya dari Belanda, Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou dari Nigeria), Marco Archer Cardoso Moreira dari Brazil, Namaona Denis alias Solomon Chibuike Okafer dari Malawi, dan Tran
Thi Bich Hahn dari Vietnam, serta satu orang berkewarganegaraan Indonesia yaitu : Rani Adriani asal Cianjur, Jawa Barat, beberapa hari lalu (Minggu,18/01/2015-red), Indonesia menuai banyak kritikan dari berbagai pihak, terutama dari beberapa negara yang warganya turut dieksekusi mati.

Negara yang pertama menentang keputusan Mahkama Agung (MA), atas pelaksanaan eksekusi mati terpidana kasus Narkoba adalah Brazil dan Belanda. Dimana pasca dilakukannya eksekusi mati terhadap warga negaranya, pemerintah Brazil dan Belanda bertindak cepat dengan menarik kembali Duta Besar mereka untuk kembali ke negaranya, dan memutuskan hubungan diplomasi dengan pemerintah Indonesia.
Sementara itu, menanggapi pelaksanaan eksekusi mati atas warga negaranya, Menteri Luar Negeri Belanda dengan tegas menyatakan mengutuk Eksekusi Mati yang dilakukan di Indonesia,"Segala upaya telah dilakukan untuk mencegah eksekusi tersebut, hingga ke tingkat tertinggi. Raja Belanda telah menghubungi Presiden Joko Widodo. Perdana Menteri Mark Rutte telah menulis surat kepada Presiden
Jokowi," ujar Koenders.
Selain Belanda, presiden Brazil memilih berkabung (berduka) atas warga negaranya yang juga turut dieksekusi mati di Indonesia, presiden Brazil dengan tegas menarik Duta Besarnya yang ada di Indonesia dan secara tegas memutuskan hubungan kerja samanya dengan pemerintah Indonesia.
Selain Brazil dan Belanda, pemerintah Nigeriapun melakukan protes terhadap dua warga negaranya yang turut di eksekusi mati. Dimana menyikapi warga negaranya yang dieksekusi, pemerintah Nigeria langsung memanggil duta besar Indonesia yang ada di Nigeria, guna memita penjelasan, seperti yang dilansir di laman
www.viva.co.id , edisi senin,19 januari 2015.

Eksekusi mati yang dilakukan di Indonesia beberapa hari lalu ini, nampaknya memberikan dampak yang besar terhadap hubungan kerja sama antara Indonesia dan Negara-negara yang warganya dieksekusi, dimana dua negara langsung bertindak cepat, dengan menarik duta besar mereka yang berada di Indonesia. Namun dengan ditariknya dua duta besar yaitu Belanda dan Brazil, nampaknya hal itu tidak membuat gentar pemerintah Indonesia, dimana dalam pernyataannya diberbagai media, Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo dengan tegas menyatakan bahwa negara-negara lain wajib menghormati kedaulatan hukum yang ada di Indonesia.
Namun melihat kondisi ini, sesungguhnya pernyataan presiden Indionesia hanyalah untuk menutup-nutupi keraguan mereka pemerintah yang sesungguhnya. Dimana, dari ke 5 warga negara asing yang dieksekusi mati, Indonesia tidak memiliki kepentingan dan keuntungan yang lebih besar dengan negara-negara ini, sehingga, meskipun ke 5 negara ini secara bersama-sama menarik kedutaan besarnya dari Indonesia, dan memutuskan hubungan kerja sama mereka dengan Indonesia, maka hal itu tidak merugikan Indonesia sama sekali.
Tetapi, yang saat ini akan menjadi kekhawatiran Indonesia adalah, dimana dari sekian banyak warga negara asing yang terpidana kasus Narkoba, disana juga ada warga nega asing dari Australia, dan jauh- jauh hari sebelum pelaksanaan eksekusi mati terhadap 6 orang terpida yang dilakukan kemarin, pemerintah Australia lewat duta besarnya yang ada di Indonesia telah mengupayakan berbagai macam upaya, agar warga negaranya tidak dieksekusi mati, namun belum juga mendapatkan respon dari pemerintah Indonesia, dan bahkan pasca dilakukan eksekusi mati terhadap 6 orang terpidana narkoba pada tanggal 18 Januari, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menyatakan bahwa Australia Bisa Saja Menarik Duta Besarnya dari Indonesia. (Dilansir di www.viva.co.id ).

Yang menjadi pertanyaan dan patut ditunggu saat ini adalah : Apakah Mahkama Agung (MA) dan pemerintah Indonesia akan mengambil keputusan yang sama, atas dua warga negara Australia yang juga terpidana kasus narkoba seperti 5 warga negara asing lainnya yang telah dieksekusi mati lebih dahulu ?
Bagi Indonesia, Brazil, Belanda dan Nigeria serta dua negara lainnya yang warganya dieksekusi mati pada tanggal 18 januari 2015 kemarin tidaklah terlalu penting dan menguntungkan, tetapi ketika hal ini terjadi kepada negara-negara seperti : Australia, Amerika, dan Inggris, apakah Indonesia akan berani mengambil keputusan yang sama ?

Sumber : OponiPapua

Brazil dan Belanda Tarik Dubes dari Indonesia

JAKARTA - Pemerintah Brazil dan Belanda dikabarkan  menarik Duta Besar (Dubes) mereka di Indonesia.
Penarikan ini dilakukan paska eksekusi mati warga kedua negara tersebut oleh pemerintah Indonesia dini
hari tadi.
Melansir Reuters, Minggu (18/1/2015), Brazil menyatakan, penarikan Dubes mereka ini untuk
melakukan konsultasi, dan menegaskan ekseskusi  warga mereka yakni Marco Archer Cardoso Moreira akan mempengaruhi hubungan antara Brazil dan Indonesia.

Sementara itu, Belanda jauh lebih keras dengan menyatakan kecaman atas eksekusi mati warga mereka
Ang Kiem Soei, sekaligus langsung menarik mundur Dubes mereka di Jakarta. Menteri Luar Negeri Belanda
Bert Koenders, bahkan menyebut hukuman mati yang dilakukan Indonesia adalah sesuatu hal yang melanggar hak asasi manusia.

"Ini adalah hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, hukuman semacam ini harus ditolak karena merendahkan martabat dan integritas manusia," ucap Koenders.

Dalam eksekusi yang berlangsung dini hari tadi, terdapat enam orang yang menjalani eksekusi mati. Lima
diantaranya adalah warga asing, mereka yang dieksekusi mati adalah para narapidana kasus narkoba.
(esn)
Sumber : Sindo


Reaksi Belanda atas Eksekusi Mati Warganya di Nusakambangan

Amsterdam - 6 Terpidana mati akan
dieksekusi Kejaksaan Agung (Kejagung) secara serentak
pada Minggu 18 Januari 2015 dini hari nanti. Satu di
antaranya adalah warga negara Indonesia (WNI) Rani
Andriani. Sedangkan 5 lainnya adalah warga negara
asing, termasuk seorang warga negara Belanda Ang
Kiem Soei, terpidana mati atas kasus kepemilikan 2
pabrik ekstasi. Warga negeri kincir angin itu bakal
dieksekusi di Lapas Pasir Putih, Nusakambangan,
Cilacap, Jawa Tengah.
Menanggapi eksekusi mati warga negaranya, Pemerintah
Belanda menempuh sejumlah langkah untuk mencegah
eksekusi mati tersebut. Salah satunya dengan
menghubungi negara lain yang warganya juga dihukum
mati.
"Kami berkoordinasi dengan semua pihak, baik
internasional dan level otoritas tertinggi. Kami tengah
berupaya mencegahnya," ujar Menteri Luar Negeri
Belanda Bert Koenders, seperti dikutip dari Daily
Journal, Sabtu (17/1/2015).
Dalam pemberitaan tersebut, juga dimuat bahwa Amnesti
Internasional melontarkan protes atas hukuman mati di
Indonesia lantaran langkah tersebut telah melanggar hak
asasi manusia (HAM).
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya
menegaskan bahwa hukuman mati terhadap para
penjahat narkoba ini sebagai langkah tegas yang perlu
ditempuh untuk menangani maraknya peredaran barang
terlarang tersebut.
Hal serupa juga dilontarkan Jaksa Agung M Prasetyo.
Dia mengatakan, pemerintahan Jokowi sudah
berkomitmen secara tegas untuk memberantas gembong
narkoba. Untuk itu, hukuman mati bagi warga Brasil tak
bisa ditawar lagi.
Selain Ang Kiem Soei , warga asing yang segera
dieksekusi, yakni terpidana mati kasus penyelundupan
sabu-sabu senilai Rp 2,2 miliar asal Brasil bernama
Marco Archer Cardoso Moreira, terpidana mati kasus
kepemilikan 1,1 kilogram heroin asal Vietnam Tran Thi
Bich Hanh atau Asien, Namaona Denis asal Malawi yang
juga terlibat kasus 1 kg heroin serta Daniel Enemuo alias
Diarrassouba Mamadou asal Nigeria yang divonis mati
atas kasus penyelundupan 1,15 kg heroin. (Riz/Tnt)
Credits: Rizki Gunawan

Sumber : m.liputan6.com/news/read/2162399/reaksi-belanda-atas-eksekusi-mati-warganya-di-nusakambangan



Permintaan Terakhir Terpidana Mati

Permintaan Terakhir Terpidana Mati

Minta Abu Jenazah Diletakkan di Lapas
 JAKARTA - Pelaksanaan pidana mati bagi enam terpidana narkoba bakal dilaksanakan dalam hitungan jam. Seluruh terpidana saat ini sedang disiapkan mentalnya oleh para rohaniwan. Sebagian besar dari mereka juga sudah menyampaikan permintaan terakhir yang dijanjikan Jaksa bakal dipenuhi. Dari enam orang terpidana, hingga semalam baru empat orang yang mengajukan permintaan terakhir. mereka adalah Ang Kiem Soei, Tran Thi Bich Hanh, Rani Andriani, dan Marco Archer C Moreira. Rata-rata, permintaan mereka berkaitan dengan prosesi pemakaman. “Dua lainnya masih kami tunggu hingga malam ini (kemarin, red),” ujar Kapuspenkum Kejagung Tony T Spontana kemarin.
Foto-Sumut

Ang Kim Soei meminta jenazah­nya dikremasi lalu abunya diserahkan kepada sang Istri yang juga berkewarganegaraan Belanda. Permintaan serupa diajukan Tran Thi. Hanya saja, perempuan asal Vietnam itu meminta abu jenazahnya disimpan di Lapas Perempuan Bulu Semarang, tempat dia selama ini dipenjara.
Kemudian, Rani meminta jenazahnya dibawa ke Cianjur dan dimakamkan di samping makam ibunya. Senada dengan Rani, Marco juga meminta agar jenazahnya dikebumikan. Hanya saja, dia belum memutuskan akan dikebumikan di mana. Apakah di Indonesia atau di Brasil. “Dia meminta berbicara terlebih dahulu dnegan tantenya. Rencananya besok sore (hari ini, red) tantenya akan datang,” lanjut Tony.

Sementara itu, Polda Jateng memastikan kesiapan regu tembak untuk pelaksanaan eksekusi. “Kami siapkan 84 orang dari Brimob. Seluruhnya merupakan personel terlatih,” tutur Kabidhumas Polda Jateng Kombes Alloysius Liliek Darmanto saat dikonfirmasi kemarin.

Liliek tidak bersedia berkomentar lebih jauh mengenai pelaksanaan hukuman mati. Menurut dia, informasi seputar pelaksanaan hukuman mati seluruhnya berasal dari Kejaksaan. “Kami hanya pelaksana. Mau eksekusi kapanpun, jam berapapun, kami siap,” lanjutnya.  Proses eksekusi mati diatur dalam UU nomor 2/Pnps/1964, yang diterjemahkan secara teknis dalam Peraturan Kapolri nomor 12 Tahun 2010. Karena jumlah terpidana enam orang, maka polisi menyiapkan enam regu tembak. Satu regu tembak berisi 12 orang penembak andal, satu komandan regu, dan satu komandan pelaksana.

 Di luar itu, masih ada puluhan polisi lain yang dilibatkan. Baik untuk menjemput, mengawal perjalanan terpidana, maupun menyesatkan rute untuk mencegah pembuntutan oleh pihak lain. ditambah lagi, pasukan yang akan menjaga ketat lokasi pelaksanaan hukuman mati. Tony menjelaskan, lokasi eksekusi seharusnya sudah ditentukan kemarin sore. Namun, pihaknya belum mendapat konfirmasi di mana lokasi eksekusi tersebut, baik yang di Boyolali maupun di Nusakambangan. Bisa saja lokasi di Nusakambangan menggunakan bekas lokasi eksekusi Amrozi cs, namun bisa juga di lokasi lain.   Sedangkan, jam pelaksanaan eksekusi mati baru diputuskan dalam rapat yang berlangsung jelang tengah malam kemarin. yang sudah bisa dipastikan hanyalah hari pelaksanaan, yakni besok (18/1). “Bisa dini hari, pagi, siang, sore, atau malam,” tambahnya. (byu/jpnn)
Sumber : Radar 
 Pro Kontra Hukuman Mati

Pro Kontra Hukuman Mati

https://ensiklopebanten.files.wordpress.com/2012/07/1e.jpg
Pro

Perlu diketahui oleh kita bersama terlebih dahulu fungsi dilakukannya hukuman adalah sebagai alat untuk memaksa agar peraturan ditaati dan siapa yang melanggar diberi sanksi hukuman sehingga terwujudnya rasa kesejahteraan dan keamanan bagi masyarkat.

Percumalah aturan dibuat bila tidak ada sanksi yang diterapkan bila aturan itu dilanggar karena tidak ada efek jera atau pengaruh bagi si pelanggar aturan tersebut. Sehingga kami sangatlah yakin kalau hukuman mati itu sangat diperlukan karena selain dapat memberi efek cegah dan rasa takut bagi orang lain untuk tidak melakukannya pelanggaran. Dan juga dapat memberikan rasa aman dan terlindung bagi setiap orang. sesuai dengan Pasal 28 G UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak atas perlindungan. Bagaimana mungkin rasa aman & terlindung itu dapat terjadi, bila si pelaku kejatahan tersebut masih diberi kesempatan di dunia ini.

    Pasal 28 G UUD 1945


Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dan ancaman kelakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)
Dalam beberapa pendapat yang kami dapat di salahsatu forum beralamatkan indonesiaindonesia.com bahwa Hukuman mati itu melanggar hak asasi manusia seperti yang tertera pada pasal 28 A UUD 1945 yang berbunyi:

    Pasal 28A


Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Tetapi di pasal 28 G UUD 1945 juga jelas tertera bahwa manusia berhak untuk mendapatkan perlindungan. Contohnya perlindungan dari kejahatan narkoba dan terorisme yang dapat tiba-tiba mengancam nyawanya.
Dalam hal yang seperti ini asas kepentingan umum sangat harus ditegakan menyampingkan kepentingan khusus atau pribadi. logikanya seperti ini bila 1000 (seribu) Orang terancam nyawanya karena hanya seorang teroris melakukan tindak kejahatan terorisme untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Dan sekarang apakah Anda rela akan tetap berpendapat kalau 1000 orang yang terancam nyawanya tadi meninggal sia-sia tanpa tau kesalahannya demi hanya mementingkan kepentingan khusus untuk menyelamatkan nyawa si teroris tersebut?

Kami dari tim pro sangat jelas untuk mengatakan Hukuman mati pantas diberikan kepada teroris tersebut karena si pelaku ini selain telah melanggar hak hidup dan juga hak atas perlindungan setiap orang.juga telah mengganggu keamanan, ekonomi, pariwisata serta mengganggu & mengancam stabilitas Negara yang berdampak luas bagi masyarakat.

Dari data yang kami dapatkan 5 peristiwa besar terorisme di Indonesia dari tahun 2002 yaitu : Bom bali 2002, JW marriot, kedubes Asutralia, Bom Bali 2005, Bom Cirebon 2011. Telah menewaskan 248 Jiwa tewas dan 486 orang jiwa luka-luka. Sangatlah adil menjatuhkan hukuman mati terhadap satu orang teroris yang telah membunuh ratusan jiwa orang. agar tidak terjadinya korban-korban lainnya lagi, Oleh sebab itu pelaku harus di Hukum mati dan harus dicari otak dari permasalahan ini agar tindakan-tindakan seperti ini tidak terjadi lagi. dan dapat terciptanya hal-hal yang termuat dalam UUD 1945 pasal 28 G dan juga dapat melindungi masyarakat luas.

Soal hukuman mati ini, Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan bahwa hukuman mati yang diancamkan untuk kejahatan tertentu dalam UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak bertentangan dengan UUD 1945. Hukuman mati tidak bertentangan dengan hak untuk hidup yang dijamin oleh UUD 1945, karena konstitusi Indonesia tidak menganut asas kemutlakan hak asasi manusia (HAM).

Hak asasi yang diberikan oleh konstitusi kepada warga negara mulai dari pasal 28A hingga 28I Bab XA UUD 1945, dibatasi oleh pasal 28J, bahwa hak asasi seseorang digunakan dengan harus menghargai dan menghormati hak azasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial.

Pandangan konstitusi itu, ditegaskan juga oleh UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM yang juga menyatakan pembatasan hak asasi seseorang dengan adanya hak orang lain demi ketertiban umum. Jadi sama sekali tidak ada yang bertentangan dengan konstitusi mengenai masalah Hukuman mati

Bahkan Ketua Sub Komisi Pengkajian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Soelistyowati Soegondo ia berpendapat bahwa hukuman mati sejalan dengan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Sehingga dengan sangat jelas hukuman mati dapat dilakukan dan tidak bertentangan dengan konstitusi. Dan perlu diketahui oleh kita bersama hukuman mati dimaksudkan bukan hanya untuk memberikan efek jera bagi pelaku juga untuk memberi efek psikologis dan shock therapy bagi masyarakat agar tidak melakukan tindak kejahatan lagi.

Oleh karena itu kami sangatlah yakin bila hukuman mati dapat mengurai tingkat kejahatan seperti halnya data yang kami dapatkan Fakta membuktikan, bila dibandingkan dengan negara-negara maju yang tidak menerapkan hukuman mati, Arab Saudi yang memberlakukan hukum Islam dan hukuman mati memiliki tingkat kejahatan yang rendah. Berdasarkan data United Nations Office on Drugs and Crime pada tahun 2012, misalnya, tingkat kejahatan pembunuhan hanya 1,0 per 100.000 orang. Bandingkan dengan Finlandia 2,2, Belgia 1,7 dan Russia 10,2 tingkat kejahatan. Dari data ini dapat dilihat, efek cegah dari hukuman mati berpengaruh bagi orang yang ingin melakukan kejahatan seperti korupsi, narkotika, tindak kejahatan lainnya.

    28 J ayat 2 UUD 1945


Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Negatif bila hukuman mati dihapus

    Kejahatan akan meningkat karena tidak takut dijatuhi hukuman yang berat.
    Biaya yang dikeluarkan lebih besar untuk hukuman penjara seumur hidup.
    Akan ada rasa tidak aman dalam hidup rakyat karena takut akan penjahat yang berkeliaran diantara mereka.
    Keadilan tidak diterapkan dengan baik karena tidak ada pembalasan yang setimpal bagi kejahatan berat seperti pembunuhan.


Positif bila hukuman mati tetap di jalankan

    Kejahatan yang tidak dapat ditoleransi dengan uang atau apapun di dunia ini bisa terbalaskan.
    Mencegah banyak orang untuk membunuh atau berbuat kejahatan berat lainnya karena gentar akan hukuman yang sangat berat.
    Pembunuh yang sudah dieksekusi bisa dipastikan tidak membunuh lagi sehingga tidak memakan korban lainnya.
    Menegakkan harga nyawa manusia yang mahal dan hanya bisa dibayar dengan nyawa sehingga seseorang tidak dapat seenaknya membunuh orang lain.
    Kebencian dan rasa takut terhadap pelaku kejahatan akan hilang karena penjahat telah dieksekusi.
    Biaya yang dikeluarkan lebih sedikit daripada hukuman penjara seumur hdup.
    Penyelidikan akan kasus akan lebih teliti karena tidak mau salah eksekusi.


Kontra


Perlu kita ketahui bersama Sampai sekarang ini tidak ada yang bisa membuktikan kalau efek jera dari hukuman mati dapat mengurangi tingkat kejahatan (Pengacara senior Todung Mulya Lubis,tibunnews.com), seperti yang di katakan oleh Jeffrey A. Fagan. Professor of Law and Public Health dari Columbia Law School (www.law.columbia.edu) beliau berpendapat bahwa tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan hukuman mati menimbulkan efek jera terhadap pelaku contohnya kejahatan narkotika. Terlihat jelas di Indonesia yang juga menerapkan hukuman mati pada para tindak kejahatan narkotika seperti yang tertera pada UU NOMOR 22 TAHUN 1997

Menurut data yang kami peroleh dari Survei Badan Narkotika Nasional sejak tahun 2009, prevalensi penyalahgunaan narkoba pada tahun 2009 adalah 1,99 persen dari penduduk Indonesia berumur 10-59 tahun atau sekitar 3,6 juta orang. Pada tahun 2010, prevalensi penyalahgunaan narkoba semakin meningkat menjadi 2,21 persen atau sekitar 4,02 juta orang. Bahkan Pada tahun 2011, prevalensi penyalahgunaan meningkat menjadi 2,8 persen atau sekitar 5 juta orang. Dari data Badan Narkotika Nasional ini terlihat jelas bila tingkat kejahatan penyalahgunaan narkotika semakin menigkat walaupun Hukuman mati diterapkan, Jadi semakin jelas kalau efek jera atau efek cegah dari hukuman mati itu tidak terbukti.

Banyak yang kami temui para pendukung hukuman mati di forum-forum social media internet beralasan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh pelaku sudah terlalu besar dan telah banyak mengganggu & merusak masyarakat seperti kejahatan narkoba, terorisme.

Tapi ingat!, hukuman mati tidak akan membuat masalah yang dibuatnya kembali menjadi normal kembali. Masih banyak cara untuk menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan ini misalnya hukuman seumur hidup, atau bahkan hukuman kumulatif hingga ratusan tahun seperti yang dilakukan di banyak negara contohnya Amerika. Dan bukan dengan untuk mengambil hak hidup mereka karena itu menentang Pasal 28 A UUD 1945 yang menjelaskan “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Dan juga bertentangan dengan Deklarasi Universal of Human Rights.

Sudah menjadi rahasia umum bila hukum belum tentu mencapai keadilan lalu bagaimana nasib orang-orang yang tidak bersalah tetapi tetap divonis dengan hukuman mati seperti yang terjadi di Amerika serikat pada tahun 1989 silam, seorang bernama carlos deluna divonis mati oleh Pengadilan Texas, Amerika Serikat dengan perbuatan yang tidak dilakukannya dan lebih parahnya lagi carlos deluna terbukti tidak bersalah setelah puluhan tahun setelah ia di hukum mati. Bagaimana pun tidak ada manusia yang bisa benar-benar memutuskan perkara dengan adil, oleh karena itu kami dari tim kontra tetap konsisten kalau Hukuman Mati tidak boleh diterapkan.

Apalagi di Indonesia yang telah Sudah menjadi rahasia umum bahwa jika berurusan dengan polisi, maka orang yang melaporkan kehilangan ayam harus siap kehilangan sapi. Orang yang ingin mendapat vonis ringan harus menyuap hakim, atau orang yang ingin mendapat dakwaan ringan harus menyuap jaksa. Dari situ jelas bahwa pengadilan Indonesia mustahil menghasilkan keputusan yang bersih dari kesalahan. Tidak mungkin pengadilan yang korup menghasilkan vonis yang adil. Kita sering merasa ironis melihat pejabat yang terbukti korupsi milyaran rupiah hanya dijatuhi hukuman yang sangat ringan. Sementara mereka yang
tidak bisa menyewa pengacara yang baik dan tidak punya status ekonomi memadai mendapat hukuman berlipat ganda lebih berat. Kita tidak pernah melihat hukuman mati dijatuhkan kepada para pejabat atau penegak hukum misalnya. Vonis mati selalu diterapkan kepada orang yang tidak punya pengaruh sosial ekonomi yang tinggi. Ini semakin meneguhkan keyakinan kami untuk menentang hukuman mati.

Pada isi Hak Asasi Manusia & Pancasila sudah tertera jelas bila hukuman mati dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang terdalam yakni hak untuk hidup dan tidak ada satupun manusia di dunia ini mempunyai hak untuk mengakhiri hidup manusia lain meskipun dengan atas nama hukum atau negara, apalagi Indonesia menganut dasar Falsafah Pancasila yang menghormati harkat dan martabat manusia serta berke-Tuhanan, karena yang paling berhak mencabut nyawa mahluk hidup hanya Tuhan.

Sumber : Kantor Hukum