Mahasiswa Papua Warga Tataaran Manado Berdamai

MANADO – Sejumlah mahasiswa asal Papua yang beberapa bulan lalu terlibat pertikaian dengan warga Kampung Tataaran, Tondano, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara, akhirnya berdamai.  Rekonsiliasi perdamaian ini ditandai dengan penandatangan kesepakatan perdamaian bersama yang dilakukan oleh perwakilan mahasiswa asal Papua dan Papua Barat dengan warga Kampung  Tataaran di Auditorium Universitas Negeri Manado (Unima), Kamis (15/1).
Foto Majalahselangkah.com

 Dalam penandatangan kesepakatan perdamaian ini disaksikan oleh Gubernur Sulawesi Utara Dr. SH Sarundayang,  Gubernur Papua Lukas Enembe,SIP,MH, perwakilan Gubernur Papua Barat, unsur forkompinda dari ketiga pemerintah daerah, sejumlah kepala SKPD dan anggota DPRP.  Acara ini juga dihadiri dua senator asal Sulut yakni Maya Rumantir dan Sarundayang dan Rektor Unima Prof. Taureh. Gubernur Papua Lukas Enembe juga memberikan bantuan kepada mahasiswa asal Papua dan Papua Barat sebesar Rp 400 juta, bantuan kepada masyarakat Kampung Tataaran sebesar Rp 200 juta dan Kampus Unima sebesar Rp 100 juta.

 Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan bahwa sebenarnya ada hubungan erat antara masyarakat Papua dengan warga Minahasa, Sulawesi Utara, sejak lama.
  “Hari ini, disaksikan oleh Tuhan bahwa kita hidup damai berdampingan dengan siapa saja. Sejarah membuktikan yang mengajarkan orang Papua adalah Dr. Samratulangi yang pernah hidup di Papua mengajarkan tentang filosofi atau falsafah hidup orang Minahasa yang luar biasa,” katanya.

Gubernue mengatakan bahwa konsep yang diajarkan oleh Dr. Samratulangi kepada rakyat Papua menjadi pelajaran peradaban bagi orang Papua. Dengan falsafah itu, membuat orang Papua banyak yang datang ke Sulawesi Utara termasuk Minahasa. “Ajaran Dr. Samratulangi menjadi bagian falsafah hidup orang Papua hari ini, karena Injil dibawa oleh orang Sulawesi Utara, Sanger, Maluku dan lainnya. Falsafah itu menjadi bagian hidup orang Papua, oleh karena itu saya bangga masyarakat Minahasa, khususnya Tataaran menerima mahasiswa asal Papua,” katanya.

 Gubernur mengatakan bahwa mahasiswa asal Papua ini merupakan bagian dari warga Minahasa sesuai dengan filosofi Dr Samratulangi yang sudah tertanam di Papua.  “Peradaban belum ada, tapi orang Minahasa sudah ada di Papua,” ujarnya.

 Untuk itu, kata gubernur, Pemprov mengirim anak-anak Papua ke Sulawesi Utara, termasuk di Minahasa karena merupakan tempat yang terbaik dengan jumlah terbesar yang dikirim ke Sulawesi Utara dibandingkan dengan universitas di beberapa daerah lain di Indonesia.  Gubernur meminta kepada masyarakat Minahasa khususnya dan Sulawesi Utara untuk menjaga, melindungi, membina terhadap anak-anak Papua yang dikirim mengikuti studi di daerah tersebut.  “Tolong dinasehati, dibina dan diarahkan yang lebih baik. Sebaliknya, mahasiswa asal Papua harus memahami filosofi atau falsafah orang Minahasa. Datang ke sini belajar, menambah ilmu dan pulang pasti menjadi pemimpin,” katanya.

Apalagi, gubernur menyebutkan hampir sebagian besar pemimpin di Papua adalah alumni dari berbagai perguruan tinggi di Sulawesi Utara.
 “Saya salah satu alumni Sulawesi Utara, bersama dengan Gubernur Sulut. Mereka semua akan menjadi pemimpin, bukti hari ini hampir semua bupati dan anggota DPRD adalah alumni Sulawesi Utara, termasuk para guru,” ujarnya.

  Gubernur mengharapkan agar mahasiswa juga dapat melakukan komunikasi dengan baik bersama warga di sekitar, sehingga jika ada permasalahan bisa diselesaikan dengan baik, bukan dengan cara kekerasan.  “Belajar dan bergaul dengan siapa saja dan ciptakan konmunikasi yang baik dengan masyarakat di sini. Lupakan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Samratulangi, apalagi hampir semua mahasiswa ini berasal dari gereja pertobatan, sehingga tidak merokok, apalagi minum miras, itu tidak boleh,” pesannya.

  Gubernur meminta mahasiswa asal Papua untuk menjaga nama baik para pendahulu, termasuk Dr. Samratulangi yang membawa falsafah hidup orang Minahasa kepada orang Papua dengan baik. Terkait dengan rekonsiliasi perdamaian   itu, gubernur mengakui sudah melakukan komunikasi dengan Gubernur Sulut dan Gubernur Papua Barat beberapa kali, namun mahasiswa mendesak untuk hadir.  “Kami mewakili Pemprov Papua dan Papua Barat menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Gubernur Sulut, Forkompinda Sulut, Bupati Minahasa dan masyarakat serta semua pihak yangs udah melaksanakan tahapan-tahapan penyelesaian, termasuk anggota DPD RI,” katanya.

  Menurutnya, kebersamaan yang dibangun dan tempat yang terbaik bagi masyarakat Papua adalah Sulawesi Utara, sehingga Pemprov tetap membangun hubungan yang baik.  “Kepada masyarakat Minahasa, saya pesan tolong terima mereka ini sebagai bagian dari warga Minahasa. Mereka bukan siapa-siapa, mereka adalah bagian dari bapak-bapak sekalian, jika ada yang jahat tolong dikasih tahu,” katanya.

Gubernur menambahkan bahwa kasus yang terjadi itu, sudah selesai dan tidak boleh diungkit-ungkit lagi, tetapi terus berdamai dan menjaga kebersamaan.
  Gubernur Sulut Dr. SH Sarundayang menambahkan bahwa Papua dan Minahasa dan Sulawesi Utara sejak dahulu kala sudah saling kunjung dan mengunjungi, bahkan saling membantu dan menyatu satu dengan yang lain.  “Dr. Samratulangi pernah di Serui di zaman Belanda, dia mengajar, juga banyak guru dan pendeta dari sini, termasuk kakek saya mengajar di Papua, kebetulan dia orang Tataaran,” katanya.

 Menurutnya, kunjungan Gubernur Papua dan Papua Barat bersama para pejabat atau forkompinda ini sangat istimewa dan tidak bisa dilupakan, yang menginspirasi bagi anak-anak Papua untuk menyelesaikan studi secepatnya, yang akan menjadi pemimpin di Papua atau di Sulut dan pemimpin di seluruh daerah di Indonesia.   “Oleh karena itu, ada adek-adek yang mengatakan mau pulang, saya tahan jangan pulang. Ini juga tanah saudara-saudara, Sulawesi Utara juga sama dengan Papua. Saya juga berada di Papua, saya merasa orang Papua,” katanya.

Untuk itu, Gubernur menilai bahwa rekonsiliasi itu perdamaian yang betul-betul akan bermanfaat bagi semua pihak.  “Mari lupakan semua tuntutan-tuntutan dan macam-macam, tidak perlu terjadi lagi. Rekonsilasi namanya peleburan mental dan oleh karena itu, sebenarnya jika kembali pada awal sebenarnya kehidupan orang Papua di sini telah menyatu, tidak ada apa-apa yang pernah dialami seperti Gubernur Lukas Enembe, bahkan ia merasa sebagai orang Minahasa,” katanya.

 Gubernur Sarundayang menambahkan Papua adalah masa depan, sehingga generasi muda harus terus menimba ilmu sedalam-dalamnya untuk Tanah Papua, Indonesia. Dalam kesempatan ini, untuk meningkatkan hubungan silaturahmi di antara kedua pemerintah daerah dan masyarakat, digelar acara Natal bersama yang berlangsung di Auditorium Unima. (bat/fud)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »