Ia Adalah Manusia Setengah Dewa

OCTHO- Untuk melupakan kepergiaannya di perlukan waktu berbulan-bulan. Ia seperti sang dewa. Ia juga telah menjadi tempat “pujaan” banyak orang. Masyarakat Indonesia dan dunia sangat mengenalnya. Ia telah menyampaikan pesan sang pencipta kepada dunia, bahwa hidup adalah kebersamaan. Ia patut di kenang sampai kapanpun.

Ia adalah Abdurrhaman Wahid alias Gus Dur, lelaki kelahiran Jombang 07 September 1940 silam. Kabar meninggal Gus Dur berhembus pada tanggal 30 Desember 2009 lalu. Ia telah pergi untuk selamanya. Banyak orang tidak menyangka beliau akan pergi secepat itu.

Ia telah menyatukan banyak perbedaan di negeri ini. Ia juga telah membuka ruang demokrasi yang sebesar-besarnya bagi seantoro masyarakat Indonesia. Selama Ia memimpin, mengikuti apa kata hari nurani adalah paling penting, dari pada mengedepankan nasionalisme bangsa, tapi di sisi lain justru mengobankan rakyatnya.

Saat memimpin, Ia seorang Presiden yang tidak otoriter seperti Soeharto. Memakai tangan besi memerintah negeri. Menggunakan kekuataan Militer untuk membungkan demokrasi. Mengatasnamakan kesejahteraan untuk tetap memerintah. Mengatasnamakan amal ibadah untuk meraup yang bukan hak keluarga mereka.

Ia juga tidak munafik seperti Megawati Soekerno Putri. Atas nama nasionalisme status DOM diberlakukan di Aceh dan Papua. Pelanggaran HAM terus menerus di lakukan dengan dalih stabilitas keamanan nasional. Lebih sering berbual dari pada mengatakan apa yang benar.

Dan Ia juga tidak seperti Susilo Bambang Yudhoyono. Tidak bijak mengambil keputusan. Lebih patuh pada kebijakan kapitalisme dan imprealisme. Tidak sepenuhnya menjalankan sistem ekonomi yang berpihak pada rakyat. Rakyat dikorbankan demi kepentingan negera. Kapitalisme dan Imprealisme makmur, rakyat tetap sengsara. Sungguh ironis.

Gus Dur sangat berbeda. Selama memerintah Ia tidak seperti beberapa Presiden di atas. Ia sangat mencitai demokrasi. Demokrasi yang Ia cinta adalah demokrasi penuh, bukan setengah-setengah. Ia mencintai multiras, multietnik dan multiagama. Ia sungguh-sungguh cinta pada rakyatnya.

Ia mencinta agama. Namun ia tidak cinta pada agamanya saja, namun semua agama di cintainya. Disini terlihat kedewasaan seorang Gus Dur. Sungguh, Ia sangat dewasa. Ia adalah tokoh, sekaligus pahlawan masyarakat Indonesia sepanjang hayat.

Ia mencintai rakyat Papua. Awalnya nama Papua adalah Irian Jaya, yang nama ini adalah stigma buruk yang penjajah berikan pada rakyat disana. Tahun 2003 secara resmi Ia mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua seperti tuntutan rakyat di sana. Ia juga mencintai Aceh. Status DOM mulai tidak di berlakukan lagi di sana. Ia mencintai Papua dan Aceh yang kadang di anak tirikan oleh negara Indonesia.

Maka pantaslah, jika menyebut Ia adalah manusia setengah dewa seperti lagu yang di nyanyikan oleh Iwan Fals. Ia adalah manusia setengah dewa yang memperhatikan rakyatnya yang bukan dewa. Kita berharap banyak pemimpin di negeri ini yang sepertinya, yakni; menjadi manusia setengah dewa yang peduli pada rakyatnya.

Tulisan ini adalah tugas saat mengikuti bimbingan Jurnalisme Sastrawi di Yayasan Pantau.
Sumber Gambar Google

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »