Tokoh Intelektual dan DAD Intan Jaya Menolak Kehadiran BMP

OCTHO- Kehadiran UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua seharusnya sudah bisa memberikan angin segar bagi rakyat Papua, namun kenyataan tidak demikian, dimana tuntutan memisahkan diri semakin kuat, hal ini karena pemerintah pusat tidak pernah menghargai Otsus sebagai roh pembangunan, hal ini di tegaskan Tokoh Intelektual suku Moni, Agus Tapani, S.IP saat menghubungi media ini, Rabu (24/03) kemarin.

Menurut Agus, tuntutan memisahkan diri semakin berkembang di kalangan masyarakat akar rumput, karena pemerintah pusat sendiri kadang “mengkebiri” UU yang telah mereka buat sendiri. Contohnya pembentukan MRP sebagai lembaga cultural orang asli Papua, namun kadang fungsi dan peran dari pada lembaga ini tidak pernah di hargai. “UU No 54 Tahun 2004 tentang Pembentukan Lembaga Kultural orang asli Papua hanya-lah pepesan kosong, karena lembaga ini sama sekali tidak pernah di hargai” tutur Agus

“Lahirnya Intruksi Presiden (Inpres) No. 77 Tahun 2007 tentang dilarang mengedarkan atau memakai simbol-simbol orang asli Papua, seperti bendera bintang kejora, menyanyikan lagu hai tanahku Papua dan pembentukan partai politik local ini justru bertentangan dengan amanat Undang-Undang Otonomi Khusus, baik secara legitimasi maupun yuridis. Ini yang harus menjadi perhatian dari pemerintah pusat” jelas Agus.

Selain itu Agus juga menyinggung sekaligus menolak kehadiran ormas Barisan Merah Putih (BMP) di Papua, terutama di beberapa wilayah pegunungan tengah, yang menurutnya akan menimbulkan konflik horizontal sesama masyarakat. “Ny Megawati Kogoya yang nota bene sebagai kordinator BMP wilayah pegunungan tengah harus menyadari, bahwa BMP adalah wadah illegal, karena dasar payung tidak jelas (tidak ada),” terangnya.

Lebih lanjut Alumnus Universitas Indonesia Timur (UIT) Makasar ini mengatakan, jika kehadiran BMP di sponsori oleh pemerintah pusat, mengapa tidak mengeluarkan sebuah undang-undang sebagai jaminan hukum. Kalau ada, sudah tentu keberadaanya bisa di terima. “Saya mengharapkan kepada seluruh rakyat Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah 7 (Meepogo) terdiri dari Kabupaten Nabire, Kabupaten Paniai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiya, dan Kabupaten Intan Jaya menolak kehadiran BMP, dan jangan percaya dengan isu penambahan kursi DPRD sebanyak 5 kursi karena tidak ada jaminan hukum, seperti Perdasi maupun Perdasus,” ungkap Agus.

Mengakhiri komentarnya, Aguni menegaskan, jangan karena kepentingan segelintiri orang di pusat sana , sehingga mengorbankan rakyat Papua. “Kepentingan Jayapura dan dan Jakarta jangan bawah-bawah sampai ke daerah, sudah cukup rakyat Papua menderita, terutama masyarakat di Intan Jaya sendiri, kami menolak kehadiran BMP di Intan Jaya,” tegas Agus mantap.

Sementara itu Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Paniai yang juga sekaligus Intan Jaya, Jhon NR Gobay, memberikan komentar senada, dimana menolak kehadiran BMP di Kabupaten Intan Jaya, yang menurutnya akan mengganggu segala aktivitas pembangunan yang sedang berjalan.

“Intan Jaya adalah DOB yang medannya hanya dapat di jangkau dengan transportasi udara, berbeda dengan daerah lain yang bisa gunakan transportasi darat, oleh karena itu biarkan Pemda fokus melaksanakan pembangunan, jangan ada ormas yang datang mengatasnamakan diri membangun Intan Jaya,” pungkasnya.

Lebih lanjut Jhon menjelaskan, bahwa BMP tidak lain, hanya sekumpulan orang-orang yang kecewa karena kalah pada pemilih umum 2009 lalu, seperti ketuanya Ramses Ohe, dan ada beberapa orang lagi. “Mereka itu bukan murni membangun masyarakat Papua, tetapi bekerja untuk kepentingan mereka, oleh sebab itu jangan kita percaya dan terima kehadiran mereka di tanah Papua,” pungkas Jhon.

Sembari mengakhiri komentarnya, Jhon mengatakan bahwa BMP seharusnya tidak mengklaim diri sebagai ormas yang akan membawah kedamaian serta perubahan di tanah Papua, khususnya di Intan Jaya. “Kami tidak percaya mereka akan bawah kedamaian dan perubahan, jika yang berkumpul di dalam semua orang-orang yang sakit hati , berikan kepercayaan kepada pemerintah provinsi, seperti Gubernur, MRP, dan DPRP untuk bekerja, jangan ambil tugas kerja orang lain” akhiri Jhon. (oktovianus pogau)


Sumber: Koran Harian Papua Post Nabire

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »