Tampilkan postingan dengan label Inggris. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inggris. Tampilkan semua postingan

Perusahaan Satelit Inggris Gugat Indonesia, Menhan Pilih Nonyudisial

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Ryamirzad Ryacudu menanggapi gugatan perusahaan satelit asal Inggris, Avanti Communication. Ryamizard menginginkan agar penyelesaian polemik ini dapat diselesaikan dengan baik.
ilustrasi - Avanti

Perusahaan satelit itu menggugat pemerintah Indonesia terkait dugaan wanprestasi terhadap kontrak penyewaan satelit yang berada di atas wilayah garis khatulistiwa.

Gugatan tersebut diketahui telah diajukan ke Mahkhamah Arbitrase Internasional pada Agustus 2017 dengan tuntutan ganti rugi kepada pemerintah RI senilai US$17,08 juta atau Rp237,5 miliar. Indonesia dinilai tak bisa membayar sewa satelit Avanti tersebut.

Ryamizard mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan informasi bersama DPR untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun Ryamizard enggan mengungkapkan hasil pembicaraan tersebut.

"Kalau bisa [diselesaikan] melalui apa namanya ada dua yang non [yudisial] diselesaikan secara baik-baik. Pokoknya saya bicarakan dengan Menkominfo dan DPR. Itu lah suara rakyat kita nurut saja lah," kata Ryamirzard di Mako Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (3/5).

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu menegaskan dirinya tak ingin menyewa kepada negara lain untuk menggunakan satelit tersebut.

"Penyewaan, enggak ada penyewaan kok. Saya dari dulu enggak suka dengan penyewaan-penyewaan itu," kata ryamirzard.

Menurutnya, biaya yang dikeluarkan untuk menyewa satelit tersebut lebih boros dan banyak merugikan keuangan negara ketimbang membelinya secara langsung.

"Nyewa itu rugi tiap tahun, kalau kita bayar sekaligus besar kebeli tapi kalau kita nyewa wah rugi berapa triliun?" ungkapnya.

Tiga tahun lalu, satelit milik Indonesia yang bernama Garuda-1 bergeser dari orbit 123 derajat bujur timur di atas garis khatulistiwa. Padahal satelit di orbit itu sangat strategis karena memiliki jangkauan amat luas.

Menyikapi hal itu, Kementerian Pertahanan memutuskan untuk menyewa satelit milik perusahaan Avanti. Hal ini untuk mengisi slot orbit yang ditinggalkan statelit Garuda 1 tersebut senilai Rp405 milyar.

Polemik muncil ketika Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan kajian pada tahun lalu yang menunjukan bahwa penggunaan satelit tersebut tak memadai sehingga berujung pada masalah administrasi. Karenanya, Kementerian Keuangan tak bisa mencairkan anggaran untuk pembiayaan tersebut.

Dianggap Ingkar, Indonesia Bakal Hadapi Gugatan Avanti

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan siap menghadapi gugatan dari perusahaan satelit asal Inggris, Avanti Communication. Avanti Communication menggugat pemerintah Indonesia terkait dugaan wanprestasi terhadap kontrak penyewaan satelit yang berada di atas wilayah garis khatulistiwa.

"Sudah, sudah siap, kita sudah siap," kata Ryamizard di Markas Batalion 467 Korps Pasukan Khas (Kopaskhas) TNI AU, di Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (4/5).

Ryamizard mengatakan sudah berkoordinasi dengan Avanti Communication soal gugatan ini. Ia pun akan meminta kepada beberapa duta besar di luar negeri untuk membantu pemerintah menyelesaikan perkara itu.

"Ada masalah sedikit. Sudahlah jangan dibesar-besarkan," ujarnya.

Tiga tahun lalu, satelit milik Indonesia yang bernama Garuda-1 bergeser dari orbit 123 derajat bujur timur di atas garis khatulistiwa. Padahal satelit di orbit itu sangat strategis karena memiliki jangkauan amat luas.

Menyikapi hal itu, Kementerian Pertahanan memutuskan untuk menyewa satelit milik perusahaan Avanti. Hal ini untuk mengisi slot orbit yang ditinggalkan statelit Garuda 1 tersebut senilai Rp405 miliar.

Polemik muncul ketika Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan kajian pada tahun lalu, yang menunjukan bahwa penggunaan satelit tersebut tak memadai sehingga berujung pada masalah administrasi. Karenanya, Kementerian Keuangan tak bisa mencairkan anggaran untuk pembiayaan tersebut. (ayp)

Sumbeer: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180504163041-20-295763/dianggap-ingkar-indonesia-bakal-hadapi-gugatan-avanti

Inggris Siapkan Beasiswa Untuk Pelajar dan Mahasiswa Papua

ustrasi bendera Inggris (Foter.com/steve p2008)

Pemerintah Inggris menyiapkan Beasiswa Chevening untuk pelajar dan mahasiswa dari Bumi Cenderawasih. Program tersebut tengah dipromosikan oleh kedutaan besarnya dengan mengunjungi Pemerintah Provinsi Papua, Selasa (31/1).

Juru Bicara Kedutaan Besar Inggris di Jakarta Faye Belnis saat di Jayapura mengatakan pihaknya siap menyambut pelajar terbaik Papua dan Papua Barat datang ke Inggris untuk belajar.

  "Kedatangan para pelajar Papua dan Papua Barat ini baik melalui Program Beasiswa Chevening maupun Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), demi membantu kedua provinsi ini mencapai potensi terbaiknya," ungkapnya.

Bagi Faye, beasiswa Chevening adalah program beasiswa global dari Pemerintah Inggris yang dibiayai oleh Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris (FCO) dan mitra organisasi lainnya.

"Indonesia adalah negara penerima beasiswa terbesar ke empat di dunia, di mana sekitar 70 beasiswa tersedia bagi masyarakat Indonesia," lanjutnya.

Ia pun menjelaskan Kedutaan Besar Inggris di Jakarta juga berkunjung ke Papua dan Papua Barat dalam rangka  mempromosikan hubungan Inggris-Indonesia, termasuk kerja sama pendidikan dan untuk memahami lebih jauh perkembangan isu-isu sosial dan politik terkini.

"Tim kami akan bertemu dengan beberapa pemangku kebijakan dari pemerintah provinsi, kepolisian dan pejabat-pejabat lainnya,"kata Faye lagi.

Faye mengakhiri percakapannya menegaskan bahwa Inggris secara penuh menghormati integritas teritori dan kedaulatan Indonesia serta mengakui Papua dan Papua Barat sebagai bagian dari Indonesia.

sumber: Arah.com

6 WN Inggris akan Berenang ke Markas PBB Bawa Petisi Papua Merdeka

Tiga orang paling kiri adalah Tim, Tom dan Joel, tiga dari enam WN Inggris yang akan berenang di Danau Jenewa dan membawa petisi Papua Merdeka untuk diserahkan kepada Sekjen PBB. Paling tengah adalah Benny Wenda, juru bicara ULMWP. sedangkan paling, kanan adalah Lord Harries of Petregrath, seusai meluncurkan kampanye global petisi penentuan nasib sendiri untuk Papua, di London, 24 Januari 2017 (Foto: IPWP
WN UK akan Berenang ke Markas PBB Bawa Petisi Papua Merdeka

LONDON,  - Sebuah tim yang terdiri dari enam perenang warga negara Inggris sedang disiapkan untuk merenangi Danau Jenewa, Swiss sepanjang 69 kilometer. Mereka akan membawa petisi yang menyerukan dimasukkannya kembali Papua ke dalam daftar dekolonisasi PBB dan diselenggarakannya referendum penentuan nasib sendiri Papua. Mereka akan menyerahkan petisi tersebut kepada Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres di markas PBB di Jenewa.

Rencana ini disampaikan oleh Benny Wenda, juru bicara kelompok yang oleh Indonesia dicap sebagai separatis karena membawa aspirasi penentuan nasib sendiri, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, di London, 24 Januari lalu.

Aksi yang dinamai Swim for West Papua itu direncanakan dilaksanakan pada Agustus mendatang dan menurut Benny Wenda, aksi ini untuk menunjukkan bahwa isu Papua adalah isu kemanusiaan, bukan masalah Pasifik atau Melanesia saja.

Belum ada data rinci tentang nama-nama perenang yang akan turut serta serta kualifikasi mereka. Radionz.co.nz menampilkan gambar peluncuran aksi ini yang menunjukkan Benny Wenda sedang berdiri bersama sejumlah tokoh yang mendukung aspirasi penentuan nasib sendiri Papua.  Tiga pria yang akan berenang tersebut ada dalam gambar. Namun nama-nama mereka hanya disebut dengan singkat yaitu, Tim, Tom dan Joel.

Sementara itu di youtube, dalam bagian kampanye  Swim for West, seorang pria bernama Joel tampil dalam video untuk menjelaskan program ini, bergantian dengan Benny Wenda. Tidak ada penjelasan tentang siapa Joel. Namun dalam video itu, Joel mengatakan ia dan lima orang rekannya akan berenang menyusuri Danau Jenewa sepanjang 69 km membawa petisi penentuan nasib sendiri dan menyerahkannya kepada PBB.

Kampanye global petisi terbuka secara online itu diluncurkan pada 24 Januari lalu, di London, oleh Free West Papua Campaign, sebuah kelompok yang berafiliasi dengan ULMWP, dihadiri antara lain Lord Harries of Pentregarth, mantan anggota parlemen Inggris yang juga satu dari pendiri International Parliamentarians for West Papua (IPWP). Petisi online tersebut akan dibuka sampai Agustus, saat mana petisi tersebut akan diserahkan kepada PBB.

Selain menyerukan dimasukkannya kembali Papua ke dalam daftar dekolonisasi PBB, petisi juga menyerukan kepada PBB untuk menunjuk seorang wakil khusus untuk menyelidiki situasi hak asasi manusia di Papua, serta  untuk mengawasi proses penentuan nasib sendiri.

Disebutkan, tujuan petisi adalah untuk menunjukkan dukungan internasional yang berkembang kepada Papua untuk memiliki kesempatan  memutuskan masa depan mereka sendiri. Dikatakan, bahwa upaya mereka juga berguna untuk menumbuhkan dukungan diplomatik bagi dilaksanakannya penentuan nasib sendiri, yang diatur dalam Resolusi Sidang Umum PBB 1513 dan 1541.

Lord Harries of Pentregarth pada saat peluncuran mulai dibukanya petisi, membagikan pernyataan dukungan dari Uskup Agung Emeritus Desmond Tutu yang mengecam kurangnya perhatian media internasional tentang Papua.

Dia juga memuji tim renang yang akan melaksanakan misinya dan menyatakan solidaritasnya dengan rakyat Papua. "Kita hidup di berbagai wilayah di dunia, tapi kita adalah satu keluarga."

Perhatian warga asing terhadap isu Papua tampaknya berkembang di sejumlah negara. Dari Australia diberitakan hari Jumat lalu seorang WN Australia didenda, ditahan untuk kemudian dilepaskan oleh polisi karena tidak mematuhi perintah polisi tatkala berunjuk rasa di depan Kedubes Indonesia di Canberra.

Adrian van Tonder, nama sang mahasiswa, melakukan unjuk rasa bersama puluhan orang lainnya, dengan berbaring di jalan di depan Kedubes, seraya menutupi badan mereka dengan kain putih dilumuri cat merah.

Adrian van Tonder tidak mengindahkan perintah polisi untuk pindah karena menghalangi arus lalu lintas. Akibatnya hakim memberikan hukuman denda dan sempat ditahan.

Kampanye penentuan nasib sendiri Papua terus digemakan oleh ULMWP di luar negeri dan menunjukkan meningkatnya perhatian masyarakat internasional. Namun di sisi lain upaya ULMWP untuk meyakinkan negara-negara Pasifik dan Melanesia kelihatannya jauh dari yang mereka harapkan, terlihat dari tertundanya keputusan Melanesian Spearhead Group (MSG) untuk mengesahkan keanggotaan mereka.

Pernyataan Benny Wenda yang menekankan bahwa masalah di Papua adalah masalah kemanusiaan bukan masalah Pasifik dan Melanesia saja, menyiratkan keinginan untuk menjajaki dukungan lebih luas, ketimbang fokus kepada negara-negara Pasifik dan Melanesia, sebagaimana telah mereka lakukan.
Pemerintah Indonesia belum mengeluarkan pernyataan atas langkah ULMWP ini. Namun sejumlah netizen mengatakan bahwa petisi online yang tengah digagas oleh ULMWP ini tidak dapat diakses dan kuat dugaan ada pemblokiran.

Editor : Eben E. Siadari
Sumber: SATUHARAPAN.COM

DEMO WEST PAPUA INDEPENDENCE (Video)