TANAH MARGA DIATAS TANAH ADAT PAPUA DALAM CENGKRAMAN KAPITAL INDONESIA DAN INTERNASIONAL

TANAH MARGA DIATAS TANAH ADAT PAPUA DALAM CENGKRAMAN KAPITAL INDONESIA DAN INTERNASIONAL

"Masyarakat Adat Papua Dimiskinkan secara struktural dan sistemik Melalui pemberian HGU, HPH, SIUP dan KK Kepada Kapitalis"


Oleh: Wissel Van Nunubado

PENDAHULUAN

Sebagai anak papua yang memiliki marga tentunya akan sadar memiliki tanah marga yang eksis dalam tanah adat yang diakui secara internasional dalam Deklarasi Internasional Tentang Hak Asasi Masyarakat Adat 2009. Di indonesia telah dijamin dalam UUD 1945 yang telah diturunkan kedalam UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU No 11 Tahun 2005 dan secara khusus dalam UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Papua.

Sekalipun demikian, kini tanah marga itu telah dikuasai oleh kapital indonesia dan internasional berdasarkan pemberian ijin HGU, HPH, SIUP dan KK yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tanpa sepengetahuan marga pemilik tanah dimaksud dan masyarakat adat pemilik tanah adat.
Tampak anak-anak Kampung Selil Distrik Uliln bermain bulutangkis di areal HGU Bio Inti Agrindo 2 - Jubi
Tampak anak-anak Kampung Selil Distrik Uliln bermain bulutangkis di areal HGU Bio Inti Agrindo 2 - Jubi
Sampai tahun 2015, kurang lebih ada 94 Perusahaan Sawit diseluruh wilayah adat papua. Perusahaan itu tersebar di 18 Kabupaten, 9 kabupaten dalam wilayah propinsi papua dan 9 Kabupaten dalam propinsi papua barat. Pada prinsipnya ke 94 perusahaan sawit itu telah memegang ijin yang diberikan oleh pemerintah pusat dan adapula yang diberikan oleh kedua pemerintah propinsi serta pemerintah kabupaten/kota di wilayah adat papua (Baca : Atlas Sawit Papua). Selain perusahaan sawit, adapula perusahaan tambang baik padat maupun cair yang eksis diatas wilayah adat papua (lihat : peta tumpang tindih ijin tambang yang dikeluarkan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Papua tahun 2009).

Dari keterangan diatas sudah jelas membuktikan bahwa sudah tidak ada lagi tanah marga diatas tanah adat papua. Tanah marga itu kini telah dimiliki oleh kapital indonesia dan internasional yang namanya tertulis dalam ijin HGU, HPH, SIUP dan KK. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa tanah marga diatas tanah adat papua di bumi cenderawasi dalam cengkraman kapital indonesia dan internasional.


PERAMPOKAN TANAH ADAT, DAMPAK DAN UPAYA MEREBUT KEMBALI


Mayoritas ijin HGU, HPH, SIUP dan KK diberikan dimasa Otsus Papua sehingga dapat disimpulkan bahwa semuannya dilakukan tanpa menghargai UU OTSUS yang menjamin Hak Asasu Masyarakat Adat Papua. Sayangnya lagi pemberian ijin itu diberikan oleh kepala daerah yang adalah orang asli papua.

Kenyataan itu sungguh menyayat hati sebab para kepala daerah itu rela melepaskan tanah marganya demi jabatannya. Pertanyaannya adalah ketika tua dan pensiun si kepala daerah akan tinggal dimana ?, Bagaimana dengan anak cucunya nanti ?. Mungkin saat ini pertanyaan itu hilang dalam kemolekan uang dan kemegahan tawaran yang diberikan oleh negara karena jabatan kepala daerah. Semuai jawabannya pasti akan menghantuinya ketika waktu memakan usianya dan saat cucunya menanyakan dimana tanah marga yang menjadi warisannya.

Meskipun demikian saat ini belum terlambat bagi masyarakat adat papua untuk merebut kembali tanah adat atau belum terlambat bagi pemilik marga untuk mengambil tanah marganya seperti yang dilakukan oleh beberapa marga pemilik tanah marga di sorong terhadap perusahaan minyak yang telah menguasai tanah marga mereka.

Jika masyarakat adat terus menunggu atau terlena dengan segala tawaran yang diberikan perusahaan maka akan mengalami nasib seperti masyarakat adat marin yang kaget setelah sungainya berwarna kecoklatan dan banyak ikan yang mati serta anak-anak yang mandi disugai merasa gatal-gatal setelah mandi.

Dengan data yang menunjukan cengkraman kapital indonesia dan internasional atas tanah marga di atas tanah adat papua sudah sewajibnya menyadarkan maayarakat adat papua bahwa tanah adat marga diatas tanah adat papua itu sudah dirampok dan diberikan kepada kapital dalam bentuk pemberian ijin HGU, HPH, SIUP dan KK. Dengan dampak buruk yang dialami masyarakat adat marin itu akan dialami secara menyeluruh di 19 kabupaten tempat 94 perusahaan sawit beroperasi sehingga jika maayarakat adat tidak bersikap tegas dari sekarang maka seluruh sumber air bersih serta sumber protein dan tempat mandi dan cuci akan rusak selanjutnya masyarakat adat papua akan hidup dalam kondisi kemiskinan karena segala sumber pagan dan papan telah sirna. Disinilah fakta masyarakat adat papua dimiskiskan secara struktural dan sistematik karena tanah marga diatas tanah adat yang subur diambil alih oleh kapital indonesia dan internasional pemilik perusahaan. Masyarakat yang kehilangan tanah marga itu selanjutnya tidak punya hutan yang kayunya akan dibangun rumah dan tidak punya tanah untuk bercocok tanam guna memenuhi kebutuhan pangan.  Selanjutnya masyarakat adat papua akan menjadi kaum pengemis dan tidur diemperan toko atau mungkim dibawah jembatan karena semua yang dimiliki seperti tanah, hutan, rumah dan ladang telah beralih fungsi menjadi lahan sawit dan tempat eksploitasi bahan galian cair maupun padat.

Saat ini belum terlambat bagi masyarakat adat papua untuk menghentikan rencana pemiskinan struktural dan sistematik yang sedang dilakukan pemerintah pusat dan daerah melalui pemberian ijin HGU, HPH, SIUP dan KK dengan cara merebut kembali tanah marga diatas tanah adat papua. Hal itu adalah tindakan yang legal sebab perusahaan-perusahaan itu melakukan perjanjian pemerintah pusat dan daerah bukan dengan masyatakat adat pemilik tanah marga diatas tanah adat papua. Ingat bahwa kepemilikan tanah marga diatas tanah adat dijamin dalah Deklarasi Internasional Tentang Hak Asasi Masyarakat Adat, UUD 1945, UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU No 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya serta secara khusus dalam UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.

HINDARI RAYUAN DEMI ANAK CUCU DI ATAS TANAH ADAT

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa ijin HGU, HPH, SIUP dan KK diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah. Atas dasar itu menunjukan bahwa semua kepala daerah adalah orang yang berikan ijin dengan demikian sudah sepantasnya kepala daerah ditetapkan sebagai pihak yang turut mendukung tanah marga diatas tanah adat papua dicengkram oleh kapital.

Berdasarkan itu maka sudah sepantasnya suara Kepala Daerah dalam kapasitas sebagai pemerintah maupun marga sudah tidak perlu diindahkan lagi sebab dia tidak memikirkan nasib anak cucunya diatas tanah marganya. Atas dasar itu semua suaranya yang berkaitan dengan tanah marga diatas tanah adat sudah tidak perlu diindahkan sebab semua itu dilakukan demi kepentingan kapital pemilik HGU, HPH, SIUP dan KK yang telah berikan dana kampanye untuk kepala daerah tersebut terpilih dan setelah terpilih diberikan dalam bentuk royalti yang 20%nya masuk kedalam rekening Kepala Daerah.

Selain itu jangan membuka ruang bagi kapital yang sudah sering menjanjikan sesuatu yang sulit diwujudkannya. Lihat sendiri bagaimana nasib masyarakat adat kamoro yang ditelantarkan freeport atau lihat sendiri nasib masyarakat adat moi yang ditelantarkan pertamina. Kedua fakta riel itu wajib dijadikan catatan penting dalam menghadapi kapital yang suka menghambur janji dusta. Intinya kapital indonesia dan internasional adalah pihak yang berkepentingan sehingga sudah selayaknya letakan mereka sebagai musuh utama yang tidak penting untuk berdiskusi dengan mereka dan sudah saatnya tidak boleh berikan ruang untuk mendengar kata-katanya sebab tidak ada pengusaha yang ingin miski sehingga semua omongannya bertujuan untuk membangun kekayaannya.

Dengan dasar tanah marga diatas tanah adat dijamin oleh hukum internasional dan hukum indonesia serta masyarakat adat tidak pernah membuat perjanjian dengan perusahan sehingga secara hukum masyarakat adat memiliki hak hukum untuk mengambil kembali tanah marga diatas tanah adat yang dikuasai perusahaan milik kapital internasional dan indonesia.

Dengan merebut kembali tanah marga diatas tanah adat adalah suatu usaha untuk memutuskan proses pemiskinan struktural dan siatematik yang sedang diwujudkan pemerintah pusat dan daerah melalui pemberian ijin HGU, HPH, SIUP dan KK. Dengan kesuksesan masyarakan adat mengambil tanah adat maka akan mensejahterakan anak cucu diatas tanah marga.


PENUTUP

Dasar hukum tanah adat telah jelas. Ancaman pemiskinan masyarakat adat secara struktural dan sistematik sudah jelas terlihat melalui fakta cengkraman tanah marga diatas tanah adat oleh kapital indonesia dan internasional yang berdampak pada pencemaran air, matinya ikan dan munculnya rasa gatal pada anak usai mandi disungai yang tercemar.

Dampak-dampak itu telah menjelaskan bahwa tanah marga diatas tanah adat papua sudah dimiliki dan dikelola oleh perusahaan milik kapital indonesia dan internasional. Jika masyarakat adat tidak mencontoi marga pemilik tanah yang dikelola oleh perusahaan minyak disorong maka seluruh masyarakat adat papua akan dimiskinkan, tidak punya tanah untuk bangun rumah dan berkebun, sakit-sakitan karena mandi dan konsumsi dari air yang tercemar limbah perusahaan selanjutnya masyarakat adat papua akan menjadi pengemis dan mati dalam kemiskinan yang diciptakan melalui pemberian ijin HGU, HPH, SIUP dan KK kepada kapital indonesia dan internasional.

Akhirnya diingatkan kembali bahwa usaha merebut kembali tanah marga diatas tanah adat dari kapital indonesia dan internasional adalah upaya memutuskan mata rantai pemiskinan struktural demi kehidupan anak cucu yang sejahtera diatas tanah adat papua.


"HANYA MARGA PEMILIK TANAH DAN MASYARAKAT ADAT PAPUA YANG DAPAT MENYELAMATKAN TANAH ADATNYA DARI SKENARIO PEMISKINAN STRUKTURAL DALAM CENGKRAMAN KAPITAL INDONESIA DAN INTERNASIONAL"


"Kritikanmu Adalah Pelitaku"

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »