Tampilkan postingan dengan label PACARAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PACARAN. Tampilkan semua postingan

Cerita Dengan Wanita Papua

OCTHO- Pertama kali kami pernah bertemu di Bogor. Tepatnya tanggal 24 Juni 2010, kira-kira pukul 02.30. Pertemuaan itu sepintas. Tanpa basa-basi maupun obrolan panjang.

Saat itu ia datang bersama beberapa temannya dari Jakarta. Tujuaan mereka dan saya sama, yakni; untuk menghadiri acara yang di buat teman-teman Mahasiswa dari Nabire dan Paniai.

Malam itu ia menggenakan sweeter putih. Celana panjang blue jeans. Ia agak malu-malu. Namun ia terlihat agak cekatan. Ia cukup ramah pada siapa saja. Termasuk kepada saya.

Nama wanita itu adalah Lisa. Umurnya 22 tahun. Hidungnya mancung. Parasnya cukup elok. Rambutnya yang keriting tak begitu panjang. Ia tak biarkan rambutnya terurai begitu saja. Ia sengaja mengikat rambutnya agar tampak rapi.

Siapapun yang memandangnya pasti tergoda. Ia salah satu anggrek hitam dari Papua yang nan cantik. Ia mengaku berasal dari daerah pegunungan Papua, tepatnya di Wamena.

Ia dan saya saling kenal lewat jejaring sosial (facebook). Setelah pertemuaan pertama, saya berusaha membangun komunikasi dengan ia. Tak sia-sia, ia rela mengirimkan nomor HaPe lewat FB. Sejak itu kami sering berkomunikasi.

Saya mengajaknya untuk bertemu. Saya ingin bertukar pikiran sekaligus bisa mengenal ia lebih dekat. Ia sepakat. Kamipun merencanakan pertemuaan di Mall Cilandak, daerah Jakarta Selatan.

Pukul 16.00 saya telah tiba. Nampaknya ia belum datang. Sembari menunggu, saya menghabiskan waktu di Toko Buku Gramedia yang terletak di lantai satu bagian depan.
Gramedia di Mall Cilandak agak unik dan berbeda. Perbedaan dengan Gramedia lain karena pertama; terletak di lantai paling bawah. Kedua; buku-buku yang di jual tak begitu bermutu. Ketiga; kebanyakan menjual buku-buku keagamaan.

Saya membeli dua buah novel. Harganya relative sangat murah. Mungkin karena novel lama, atau mungkin juga karena novel tak bermutu. Novel pertama seharga Rp.12.500 dan novel kedua harganya Rp.10.000. Kedua novel yang saya beli bertema tentang bagaimana terjadinya beberapa pembunuhaan sadis di sekitar manusia.

Saya sebenarnya tak begitu suka membaca novel. Namun pelajaran Jurnalisme Sastrawai yang saya dapatkan di Yayasan Pantau dua minggu lalu paling tidak menganjurkan saya untuk membaca novel-novel. Alasannya sederhana, karena kita bisa mendapatkan kosa kata baru dalam dunia penulisaan naratif.

Serasa lama menunggu, saya bergegas ke tempat makan ala orang Amerika, yakni; Kentucky Fried Chicken (KFC) di lantai dua. Tempat makan ini tampak sepi sekali, maklum, belum waktu berbuka puasa. Hanya ada beberapa anak kecil yang di temani orang tuanya sedang bermain-main bola kecil.

Saya telah beritahu lisa agar ia datang ke tempat makan. Tak menunggu lama lagi. Sekitar lima menit ia telah datang.

“Hallo Okto,” katanya menyapa saya dari belakang.

Ia tampak lebih cantik. Hidung mancung. Bibirnya tipis dan seksi. Sepertinya ia pernah memakai lipstick. Ia menggenakan kaos putih. Rambutnya yang keriting di sisir rapi dan diikat. Ia memegang tas kecil, warnanya ungu muda. Ia wanita Papua yang cantik menurutku.

Kami saling bersalamaan. Saya mempersilakannya duduk. Saya mengajak dia makan, namun ia menolak secara halus, sepertinya telalu cepat untuk makan malam, memang benar, waktu saat itu menunjukan pukul 17.20. Ia dan saya sepakat untuk tak makan. Saya mengusulkan untuk cari minuman yang bisa menemani obrolan kita.

Di samping KFC ada tempat minum. Kebanyakan menjual minuman dingin. Ia telah memesan dua gelas es kelapa. Karena letaknya di jalan, dan banyak orang yang lalu lalang, saya mengusulkan agar berpindah tempat. Ia sepakat. Kami menuju ke tempat yang lebih santai serta tak begitu ramai.

Tepat di Pintu masuk utama, lantai II, belok kiri tedapat coffe break. Kami sedang menuju kesana. Ia dan saya sama-sama menyukai tempat ini. Saya menemani ia memesan dua gelas coffe dingin.

Ada tiga pelayan disitu. Seoarng pria dan dua orang wanita. Baju mereka berseragam dan warnanya kuning Tampaknya mereka begitu ramah, mungkin sudah di anjurkan untuk bersikap demikian.

Kami bergegas mencari tempat duduk. Meja dan kursi di dalam ruangan ini sangat romantis. Hampir semua meja berwarna pink. Kursinya juga demikian. Ia dan saya juga duduk di kursi yang warna pink, mejanya juga berwarna pink. Hanya ada satu kursi di samping kami yang berwarna orange.

Kami memulai cerita. Saling menyapa. Saling mengenal. Mengenal lebih jauh. Ia mulai bercerita. Saya juga bercerita. Ia begitu dewasa untuk diajak ngobrol. Tak banyak wanita Papua yang seperti dia.

Sorotan matanya begitu tajam. Tutur katanya di susun sedemikiaan rapi. Senyumnya juga memesona. Gerak-geriknya sesuai dengan arah tutur katanya. Ia dewasa dalam menghadapi pria seperti aku. Saya mendengarkan dengan penuh seksama.

Ia bercerita tentang keluarganya. Ayahnya telah pensiun dari kerja. Ibunya juga demikiaan. Ia anak ke dua dari empat bersaudara. Kakaknya yang pertama telah berkeluarga. Kedua adiknya tinggal bersama kedua orang tua mereka di Timika, Papua.
Walaupun ia orang Wamena bukan berarti ia paham bahasa Wamena. Ia mengaku sejak lahir hingga besar di kota Jayapura.

“Saya pernah ke Wamena sekali waktu saat masih duduk di kelas III SMA, tapi tidak tahu bahasa daerah,” katanya.

Ia juga bercerita banyak hal tentang karier cintanya. Mulai dari bercinta dengan pria yang “sama marganya” sampai pria yang berbeda asal dan daerah. Ia mengaku sejak SMA tak pernah pacaran.

“Ayah saya sangat keras. Waktu SMA tak boleh pacaran dan memang di larang,” kata dia.

Ia juga bercerita tentang pendidikan. Mulai dari tempat ia sekolah, sampai pada tempat kuliahnya saat ini. Ia mengaku awalnya tak menyangka bisa kuliah, karena kondisi ekonomi orang tuanya. Namun karena berkat TUHAN-nya ia dapat melanjutkan ke perguruaan tinggi.

“Paling cepat bulan Oktober 2010 dan paling lambar bulan Januari tahun 2011 akan selesai kuliah,” katanya.

Ia mengatakan setelah selesai kuliah pingin melanjutkan lagi, tetapi jika tidak ia akan kembali ke Papua dan mengabdi untuk saudara-saudara di sana.

Ia bercerita dengan sangat sopan. Semua pertanyaan saya di jawab. Ia pandai bercerita dan bertutur. Ia orang yang tepat untuk di ajak bicara.

Ia bercerita banyak hal tentang dia, saya juga demikiaan. Kami saling mengenal. Ia mengenal saya, saya juga mengenal dia. Pertemuaan yang tak mungkin bisa terulang kembali.Saya harap ini bukan akhir dari pertemuaan kita tetapi awal.

TIdak terasa sudah dua jam lebih kami bercerita. Minuman dingin di meja pink sudah mulai habis juga. Tampknya Mall Cilandak semakin ramai. Banyak orang mulai berdatangan karena akan berbuka puasa.

Dari raut wajahnya terlihat bawah ia senang. Ia senang karena bisa bercerita dengan orang baru yang tak di kenalnya awal. Saya juga demikiaan. Senang bisa bercerita dengan dia. Bercerita dengan orang baru yang belum pernah saya kenal.

Jarum jam menunjukan pukul 19.30. Kami harus berpisah. Kami menumpang taxi express. Menuju ke tempat tinggalnya, setelah itu saya melanjutkan perjalanan saya ke tempat saya tinggal. Ia berpamitan dan turun dari taxi.

Senang punya teman bicara yang begitu sopan, ramah, periang dan santun. Ternyata sikap, sifat dan pembawaan seseorang dapat membangkitkan semangat. Semgat untuk hidup. Semangat untuk berjuang. Dan semangat untuk memulai perjalanan cinta yang baru.

Cinta dan Ketidakpastian....

OCTHO- Sa cinta koe,
sa cinta koe bukan karena koe pintar,
koe hebat,
koe kaya raya
atau justru koe seorang superman

sa memang cinta koe,
cinta koe karena patut di cintai,
patut di kasihi,
patut di sayangi,

sa pu cinta ke koe berbeda,
berbeda dari yng lain,
dari mereka yng terpikat krn cantikmu,
parasmu yng elok,
tampanmu yng sungguh menggoda

sa pernah bilang,
sa juga pernah katakan,
bahwa tong pu cinta harus bertahan lama
harus jalan terus,
terus jalan
sampai semua tergapai,

aihhh,
su tra mungkin yahh????
koe selalu ingin sa sempurna,
ingin sa tra bersalah,
bahkan ingin sa menjadi seperti TUHAN

sangat tepat,
tepat bila kita pisah,
saling mejauhi,
saling melupakan,
bila perlu saling tak mengenal lagi

Tak ada guna ratapi semua ini,
lupakan,
biarkan,
ijinkan semua ini berlalu,
mungkin ini terbaik untukmu,
untukku,
dan tanah Papua yng tong cinta bersama ini

Villa Pemikiran, Asrama Anugerah
12 April 2010, Pukul 23.00 wit




headerr

Ketika Harus Mengambil Keputusan


Tragedi Malam Sabtu di Pantai Maf


OCTHO-
Mencintaimu dengan setulus hati, ungkapan dari segala ungkapan kata hati yang sebenarnya ingin aku sampaikan agar kau mengatahuinya. Aku ingin, agar kau selalu berada dalam bayang-bayang cinta dan kasih diriku. Betul-betul aku ingin mengatakan, bahwa kau memang tercipta untuk aku.

Ah, tapi semua sudah terlambat. Tidak mungkin waktu bisa di putar kembali. Waktu telah memberikan kita banyak pilihan, pilihan untuk memutuskan sesuatu, pilihan untuk “merubah” diri dan jalan hidup, serta waktu untuk hidup lebih baik lagi.

Sudah setahun lebih kita jalin hubungan, dan saat itu pula aku beranggapan kau salah satu dari sekian banyak “hati” yang pernah aku singgahi, yang akan memberikan ketenangan sepanjang hidupku. Memang berlebihan aku menilaimu, namun itu yang bisa aku simpulkan dari semua “pergulatan” batin ini.

Malam itu sepertinya sangat-sangat kelam, ketika kau dan beberapa temanmu harus menjebak aku, untuk menyatakan, untuk mengatakan, serta untuk menguji siapa diriku yang sebenarnya? Bagiku itu sangat baik, sangat-sangat baik, tapi cara itu sangat-sangat tidak manusiawi. Mungkin pantai Maf jadi saksi, siapa yang bersalah, dan siapa yang berdosa?

Ulah dari pada ketidakmanusiawi itu telah terbukti, aku harus mengambil keputusan, keputusan yang memang terlalu cepat. Aku menyesali, namun aku juga tidak menyesali karena itu setimpal dengan perbuataanmu, dan perbuataan teman-temanmu.

Kata-kata yang keluar dari mulut aku pada saat itu hanyalah lampiasaan amarah belaka, jangan di percayai, betul aku sekali lagi ingin katakan, jangan sekali-kali memercayai. Kalian semua adalah wanita-wanita Papua yang hebat, terbukti kalian cantik, baik, perhatian, serta sangat-sangat polos. Itu kelebihan kalian wanita Papua, dari pada wanita lain di dunia ini.

Waktu telah memberikan dirinya untuk aku memutuskan semua jalan itu, sukar, bahkan tidak akan bisa kembali lagi, walau bayang-bayang, serta kenangan masa lalu masih menghantui dirimu dan diriku. Kau mungkin telah memiliki banyak pria idola di luar sana, mungkin juga banyak pria yang telah mengidolakanmu, katakan, tegur, serta sapalah mereka, siapa tahu mereka orang terbaik, yang lebih baik dari diri aku.

Aku selalu bermimpi, dimana aku akan pergi, namun aku tidak tahu, dimana akan aku pergi. Pergi untuk masa depan, tanah Papua, serta pergi untuk “jalan hidup” yang lebih baik lagi. Dalam waktu rantauan itu, aku akan memutuskan, memilih serta menentukan arah dan jalan hidup yang baru lagi, termasuk memilih dan memutuskan siapa “kekasih” yang pantas menemani diriku.

Ulasan ini tidak bermaksud “membela diri”, tidak bermaksud ralat perkataan kotor yang keluar dari mulut aku saat itu, bahkan tidak bermaksud membuat ingat kembali semua kenangan-kenangan indah itu. Ini hanyalah bentuk apresiasi serta bentuk kepedulian diriku mengenal kau, dan kalian wanita-wanita Papua yang hebat.

Saya bukan pengecut, bahkan bukan penghianat. Tapi saya hanyalah manusia biasa, yang sedang hidup, untuk ikut, dengar, serta taat pada jalan hidup, bahkan serta suara kata hati. Takluk pada kata hati, takluk pada suara hati, keduanya untuk merubah hidup lebih baik lagi.

Ulasan ini saya tulis di larut malam, mengantuk, capek, bahkan jenuh itu sudah pasti. tapi rasanya telah terbebas, ketika unek-unek dari hati ini harus di salurkan, dimana tidak harus memikirkan serta tidak harus “menangisi” jalan hidup yang kadang tidak sesuai dengan ego dan mau kita.


Asrama Anugerah,
Pukul 22.30 Wit




headerr

Anggrek Hitam Yang Buat sa Merana.....

OCTHO-Ida,
sa hanya mo bilang,
ko saja yang paling pangaruh,
buat sa pikiran trus

Ida,
sa hanya mo katakan,
trada siapa2 yang buat sa terpikat,
selain ko pu senyum

Ida,
Sa hanya mo kase tau,
kl ko waktu itu buat sa sukar pejamkan mata,
sa sungguh terbuai dlm kata2mu

Ida,
Sa hanya mo ucapkan,
Amakane, ko sirami sa pu hati yng sekian lama telah tandus,
Sa sukar lupakan semua itu,

Ida,
Sa hanya mo sampekan,
Sa senang dengan caramu,
Begitu penurut dan taat

Ida,
Sa hanya mau bisikan sesuatu,
Bahwa tra dha yng bisa sa berikan,
Selain CINTAKU yng telah terlanjur berharap,

Ida,
Sa hanya mau tangisi sesuatu,
Seraya mengatakan,
Mungkin jalan yng ko ambil begitu tepat

Ida sa mau ucapkan, bahwa ko
Telah kelabuhi,
Melupakan,
Serta
Melenyepkan segala harapan dan impian

Ida,
Sa tra tau bahkan tra ngerti,
Apa ko bahagia dengan dia?
Apa koe enjoy dengan dia?
Apa ko senang dengan dia?
Ato sebaliknya??

Ida,
Sungguh, sa tra tau
Sa hanya berharapn,
Koe dan dia bisa rasakan kebahagian,

Ida,
Dalam segala pikiran, tindakan, serta situasi,
Sa selalu mengatakan,
Pintu hatiku masih terbuka untuk dirimu,

Ida,
Sa juga mau bilang, serta berharap
benih cinta yng pernah sa tanam dlm beberapa hari,
bisa tumbuh, serta mekar kembali,
seraya buat koe belok kembali pada sa,

Ahhhh, Ida sehhh,
Anggrek Hitam dari pegunungan sana…


Numbay, 24 Juli 2009





headerr

Sa Mungkin Akan Berhenti Berjuang!!!!!!!

OCTHO- Sa baru sadar, ternyata sa pu jalan tuk dapatkan ko tidak selamanya lurus. Padahal selama ini sa berpikir, bahwa jalan ini mungkin akan selamanya tetap lurus terus, sa juga berpikir bahwa ko selamanya akan ikut dengan arah pikiran yang sa ambil. Karena apa sa bisa simpulkan itu, karena memang ko demikian penurut, hal ini sa simpulkan saat awal pertemuan kita.

Sekarang ini sa bingung, dimana telah sampai pada puncak sebuah kejenuhan. Sa jenuh untuk berjuang, jenuh untuk berusaha, bahkan sudah jenuh untuk meyakinkan ko, bahwa sa sungguh-sungguh sayang dengan ko.

Sa tidak tau, ko sadar kha tidak, melihat sa merenggek-renggek seperti anak kecil begini, Dimana begitu mengharapkan kasih sayangmu, begitu mengharapkan kejujuranmu, mengharapkan keterbukaanmu serta sebuah kepastian.

Dari arah pembicaraan beberapa kali di telepon, sebenarnya sudah bisa yakinkan sa, bahwa memang betul, ko begitu serius dengan sa, tapi sa bilang tidak, itu hanya penyamaran, supaya sa dan orang lain bilang bahwa memang ko betul-betul terima sa apa adanya, nyatanyakan tidak demikian??

Sa tau, cinta tu butuh pengorbanan, tapi bukankah tidak pantas berkorban sampai korbankan segala-galanya saat ini. Korbankan study, korban perasaan, korban materi, bahkan korban segala-galanya yang sa rasa tidak pantas dibahas disini.

Sa juga tau, cinta itu butuh kesetian. Tapi bukankah, kesetiaan yang sa ambil ini telah dan harus membuka mata hatimu, bahwa memang sa begitu serius dengan ko. Banyak yang bisa ko pandang, dan semua itu bukti besar kesetiaan sa padamu, bukti bahwa tidak ada orang lain yang sa harapakan, selain hanya ko.

Sa hanya berharap saja, koe bisa jelaskan semua ini padaku, apakah memang betul ko telah memiliki pujangga hati yng lain. Sa hanya sangat-sangat harap, koe jelaskan, dan sampaikan hal itu. Jujur, sa sangat senang jika koe sampaikan hal ini secara terus terang pada saya.

Ketika ko jelaskan semua ini, yakinklah bahwa sa tidak akan marah, tidak akan kecewa, bahkan tidak berpikir banyak tentang dirimu, sa hanya butuh sebuah kepastian, pastikan bahwa kau memang ingin tetap lanjut dengan sa, atau ingin lanjut dengan orang lain yang selama ini jadi bayangan dalam hidupmu.

Dalam beberapa waktu, sa pernah bilang ke sa pu teman-teman, bahwa memang betul, ko salah satu wanita yang buat sa pu mata buta. Hanya puas ketika memandang koe, hanya bahagia bahkan senang ketika memandang ko, bahkan sampai pada puncak sebuah pemikiran, sa pernah bertanya, apa benar ko telah tercipta untuk sa?

Tapi sa juga bingung, kenapa sa bisa simpulkan yang lebih-lebih. Padahal ko sendiri tidak pernah terlalu begitu berharap, bahkan membanggakanku, apalagi memujaku. Sa memang sadar, sa bukan orang penurut yang begitu curahkan semua hidup untuk menyelesaikan studi dengan baik, seperti yang ko harapkan.

Dan mungkin, kau salah satu yang benci dengan mereka yang suka bengkalaikan bangku studi untuk berbuat hal-hal lainnya, Sa saat itu su jelaskan ke koe, bahwa sa tidak ingin hidup sa di habiskan hanya untuk berbuat hal-hal kecil yang tidak ada gunanya untuk orang lain,

Tapi sa jua tidak tau, koe mengerti apa dari pembicaraa ini, sa tidak tau, koe paham apa dari pembicaraan ini. Dan sa piker apa yang ko bicarakan waktu itu seharusnya koe berterus padaku, katakan, sa tidak suka dengan jalan yang ko ambi, dan sa juga pasti akan ambil sikap tegas dari hal itu.

Tapi semua su berlanjut, tidak mungkin tong dua bisa putar waktu, dan keadaan saat itu untuk di renungkan kembali. Sa tidak ingin hidup sa di habiskan memikirkan hal-hal pribadi, yang sifatnya ego pribadi, sa juga tidak ingin semua di reka-reka ulang, untuk menghambat segala kegiatan yang sa jalani saat ini.

Sa akan berusaha untuk melupakan ko, walau belum ada putusan pasti dari ko terkait keberadaan hati saya yang selalu terapung-apung. Dan sa juga tetap berjalan, melanjutkan segala atkivitas dan kegaitan saya untuk membangkitkan, membangun, bahkan memampukan orang lain, yang tidak adalah tujuan hidup sa.

Ini mungkin curahan bagian terkecil dari harapan, tangisan, bahkan problem terkecil dari kehidupan saya. Semoga ko paham, semoga ko bisa ngerti, bahkan semoga ko bisa secepatnya ambil sebuah keputusan, sebuah keputusan yang mungkin menjadikan ko manusia yang betul-betul hidup.




headerr