Pakar Australia Kritisi Jumlah Orang Asli Papua versi BPS

Jim Elmslie (Foto: Ist)

SYDNEY, - Ahli Indonesia dari University of Sydney, Australia, menilai data tentang jumlah Orang Asli Papua (OAP) yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) harus dicermati secara hati-hati karena belum mencerminkan angka yang sesungguhnya. Ia juga mempertanyakan data BPS yang menunjukkan jumlah OAP di Papua tumbuh 5 persen per tahun pada rentang waktu tahun 2000-2010 sebagai fantastis.



Jim Elmslie mengemukakan hal itu dalam analisisnya tentang demografi Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat)
lewat tulisan berjudul Indonesia's West Papua: Settlers Dominate Coastal Regions, Highlands Still Overwhelmingly Papuan di situs Global Research.

Penyandang gelar Ilmu Ekonomi Politik dengan disertasi berjudul, "Irian Jaya Under the Gun: Indonesian economic development versus West Papua Nationalism’, ini mengatakan total populasi Papua pada tahun 1971 versi data pemerintah adalah 923.000 orang. Dari angka ini, 96 persen adalah OAP sedangkan pendatang dan non-Papua lainnya hanya 4 persen atau 36.000 jiwa.

Berdasarkan data tahun 1971-2000, Jim pernah membuat ekstrapolasi. Ia memperkirakan bahwa pertumbuhan OAP adalah 1,8 persen per tahun dan non-Papua 10, 82 persen. Dengan demikian, ia memperkirakan kala itu bahwa pada tahun 2010, OAP tinggal 58 persen dari seluruh populasi.
Belakangan, ia menerima data terbaru dari BPS berdasarkan sensus penduduk tahun 2010. Menurut data tersebut, penduduk total Provinsi Papua adalah 2.8883.281 jiwa dan sebanyak 2.121.436 (73 persen) adalah OAP. Sedangkan sebanyak 658.708 (22,84 persen) persen adalah non Papua. Sedangkan di Provinsi Papua Barat menurut sensus BPS, OAP sebanyak 51,49 dari total populasi yang sebanyak 753.399.
Jim mengatakan angka BPS ini berbeda dari perkiraaannya. Sebelumnya ia mengestimasi bahwa pada 2010  OAP hanya akan tersisa 47,89 persen dari total  3.612.854 penduduk. Dengan kata lain OAP menjadi minoritas di tanahnya sendiri.

Lebih jauh, Jim mengkritisi data BPS itu karena menurut dia tidak mencerminkan pertumbuhan penduduk OAP yang sebenarnya. Jim berkata demikian setelah menemukan bahwa menurut data BPS, OAP tumbuh rata-rata 5 persen per tahun, sebuah angka yang fantastis.

Angka 5 persen ini dihitung berdasarkan data baru BPS yang mengatakan  jumlah OAP di kedua provinsi (Papua dan Papua Barat) adalah sebesar 2.409.670 atau 66,26 persen dari total 3.612.854. Padahal menurut sensus tahun 2000, penduduk Papua adalah 1.505.405 jiwa, yang berarti pertumbuhan OAP mencapai rata-rata 5 persen per tahun.

"Sangat sulit dipercaya bahwa pertumbuhan OAP mencapai 5 persen. Padahal secara historis tingkat pertumbuhan penduduk Papua adalah 1,84 persen (1971-2000)," kata dia. Ia membandingkannya dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata seluruh Indonesia yang hanya 1,40 persen. Tingkat pertumbuhan penduduk Papua Nugini pada 2013 pun hanya 2,1 persen, sangat jauh dibawah 5 persen, angka pertumbuhan penduduk Papua.

Jim menengarai berbagai faktor di balik munculnya angka 5 persen yang fantastis tersebut.
Pertama, jumlah penduduk menurut sensus 1971 kemungkinan tidak akurat, sehubungan dengan belum lamanya integrasi Papua ke dalam wilauah Indonesia. Keterbatasan aparatur menyebabkan data tersebut kurang akurat.

Kedua, sensus penduduk tahun 2000 tentang Papua juga kemungkinan tidak akurat, dikarenakan baru saja jatuhnya presiden Soeharto dari kekuasaan. Selain itu, Timor Leste pada saat itu baru lepas dari RI. Bangkitnya kelompok milisi di Papua saat itu menyebabkan aparat tidak cukup dapat melakukan sensus secara efektif.

Ketiga, Elmslie berpendapat sensus 2010 kemungkinan lebih akurat, walaupun ia memperkirakan masih banyak kelompok penduduk yang belum ikut disensus. Sangat mungkin juga kelompok penduduk yang belum disensus pada sensus sebelumnya, kini sudah masuk dalam sensus 2010.

Keempat, secara anekdotal, ada insentif bagi kepala daerah setempat untuk menambah-nambah jumlah penduduk di daerah pedesaan demi mendapatkan dana dari pemerintah. Ini kemungkinan bisa memicu besarnya angka jumlah penduduk asli, meskipun juga belum bisa dipastikan.

Sumber:  SATUHARAPAN.COM

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »